Benarkah Medsos Mendengar Gumaman Kita?

 Pernah nggak sih, kita cuma bergumam tentang sesuatu, lalu tiba-tiba iklannya muncul di beranda medsos? Rasanya seperti ada telinga yang mengintai, mendengarkan setiap kata, lalu menyajikannya kembali dalam bentuk promosi. Aku sering merasa begitu.

Awalnya aku pikir, jangan-jangan memang mikrofon di ponsel ini selalu menyala, menguping tanpa izin. Tapi setelah kupelajari, sebenarnya bukan itu. Medsos tidak benar-benar mendengar gumaman kita. Mereka tidak perlu melakukannya. Algoritmanya sudah terlalu canggih, bahkan bisa menebak apa yang kita butuhkan sebelum kita sendiri menyadarinya.

Caranya sederhana tapi menakutkan juga. Dari apa yang kita klik, apa yang kita cari, berapa lama kita berhenti di sebuah postingan, siapa teman kita, di mana kita berada, semua itu direkam. Lalu AI meramunya menjadi pola. Kalau kita baru saja mencari tiket perjalanan, tiba-tiba muncul iklan koper. Kalau teman dekat kita suka belanja skincare, tak lama produk serupa mampir juga di timeline kita.

Dan kita pun terheran-heran, “kok pas banget, ya?” Padahal itu bukan kebetulan. Itu algoritma yang sedang bekerja.

Aku jadi berpikir, sehebat itulah teknologi sekarang. Tapi di sisi lain, ada pertanyaan yang terus mengganggu: di mana batas privasi kita? Apakah kita masih punya ruang untuk benar-benar bebas memilih, atau sebenarnya kita hanya diarahkan oleh algoritma yang tahu kelemahan dan kebutuhan kita?

Mungkin jawabannya kembali ke kesadaran kita sendiri. Bahwa tidak semua yang muncul di layar harus kita ikuti. Bahwa kita tetap punya kendali untuk berkata “tidak” pada iklan yang berseliweran. Bahwa meskipun algoritma bisa menebak, pada akhirnya kita yang menentukan.

Merdeka di era digital bukan berarti bebas dari algoritma, tapi sadar bagaimana kita menggunakannya.

0 komentar: