Pendahuluan
Perubahan dan inovasi dalam
pendidikan kedokteran merupakan hal yang terjadi akibat bermacam-macam tuntutan
dan perubahan yang terjadi di lingkungan institusi pendidikan. Kita sadari
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, pelayanan kesehatan, pertumbuhan
pendudukan akan berdampak langsung pada
dunia pendidikan. Untuk menjawab tuntutan tersebut, perlu perubahan dan inovasi
dalam bidang pendidikan kedokteran.1
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran yang pesat, pelayanan kesehatan dengan
sistim jaminan kesehatan nasional seperti yang berlaku saat ini,
penyakit-penyakit yang bermunculan baik yang infeksi maupun yang kronis,
kesadaran masyarakat dengan kesehatan memberikan tuntutan pada dunia pendidikan
agar menghasilkan dokter yang berkompeten dan menyebar merata di seluruh
Indonesia.1
Innovation and change
Education dalam Oxford dictionary, “the process of
receiving or giving systematic instruction, especially at a school or
university.” Pendidikan, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Definisi change berdasarkan Oxford dictionary memiliki pengertian ”make or become different” atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan
sebagai perubahan, menurut KBBI adalah hal (keadaan) berubah; peralihan;
pertukaran. Innovation menurut Oxford dictionary memiliki arti “the
action or process of innovating, a new method, idea, product, etc” dan di dalam
Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan
inovasi. Di dalam KBBI, inovasi memiliki pengertian penemuan baru yang
berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan,
metode, atau alat).2,3
Dengan mengenal terminologi
pendidikan, perubahan dan inovasi,
pembahasan mengenai perubahan dan inovasi dalam pendidikan kedokteran
merupakan hal penting dalam menjawab tuntutan dari berbagai permasalahan. Perubahan
dan inovasi dapat terjadi pada kurikulum, strategi, metode dan penilaian.
Kurikulum yang digunakan di
pendidikan kedokteran sekarang ini merupakan kurikulum berbasis kompetensi,
yang mengacu pada Standar kompetensi dokter Indonesia (SKDI) yang disahkan oleh
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). SKDI tersebut yang dipergunakan sebagai acuan
dalam mengembangkan kurikulum pendidikan dokter di Indonesia. SKDI juga dipergunakan dalam menilai kompetensi dokter
lulusan luar negeri yang ingin bekerja di Indonesia. Tujuh area kompetensi yang
tercantum dalam SKDI adalah: 1) profesionalisme yang luhur, 2) mawas diri dan
pengembangan diri, 3) komunikasi efektif, 4) pengelolaan informasi, 5) landasan
ilmiah ilmu kedokteran, 6) keterampilan klinik, dan 7) pengelolaan masalah
kesehatan.4
SKDI disusun berdasarkan
standard global bagi pendidikan kedokteran di seluruh dunia yang dikeluarkan
oleh World Federation of Medical
Education (WFME), bertujuan untuk meningkatkan kualitas pedidikan dokter.
Rekomendasi WFME untuk meningkatkan kualitas pendidikan dokter adalah:1
-
Mengintegrasikan
ilmu kedokteran dasar dengan ilmu klinik
-
Menyesuaikan
sistim evaluasi mahasiswa agar sesuai dengan proses pembelajaran yang
terintegrasi
-
Mengurangi
beban kurikulum yang terlalu syarat dengan pengetahuan
WFME mendorong strategi pendidikan self directed learning sebagai persiapan menjadi long life learner. KKI telah menetapkan kurikulum berbasis kompetensi sebagai kurikulum yang digunakan di pendidikan kedokteran dengan pendekatan strategi SPICES (Student centred, Problem based, Integrated, Community based, Elective/Early clinical exposure, Systematic).1,5
Salah satu penerapan inovasi
adalah dengan mengintegrasikan
pembelajaran ilmu kedokteran dasar dan
ilmu klinik. Tahun-tahun pertama pendidikan kedokteran, mahasiswa diharapkan untuk lebih menguasai struktur
normal, fungsi dan perilaku. Pendekatan sistem yang merupakan
pembelajaran terintegrasi menjadi strategi kunci bagi program pembelajaran untuk mahasiswa
pada tahun-tahun pertama.1,5,6,7
American Medical Association (AMA) merumuskan 6 area inovasi untuk pendidikan
profesi kesehatan, yaitu:6
1. Interprofesional
education (IPE)
2.
Model
baru pendidikan klinis
3.
Konten
baru untuk melengkapai ilmu dasar
4.
Pendidikan
berbasis kompetensi
5.
Incorporation
pendidikan dan teknologi informasi
6.
Pengembangan
kepemimpinan dan innovator pada
pendidikan profesi kesehatan
Tren pendidikan kedokteran
selain yang dirumuskan AMA, juga mengenai community
based, berbasis kompetensi, student
centred, problem based learning, pendidikan dokter berkelanjutan,
pendidikan kedokteran berdasarkan fakta dan teknologi informasi dan komunikasi.
Merujuk pada SKDI, tren pendidikan kedokteran ini merupakan perwujudan dari
area kompetensi yang dijabarkan pada penjabaran kompetensi dan pokok bahasan.4,6,7
Paradigma baru perguruan
tinggi berubah dari teacher centred menjadi
student-centred, kurikulum
terintegrasi agar mahasiswa dapat berpikir secara komprehensif dan holistik
sejak dini, metode pembelajaran problem
based learning, pelatihan keterampilan klinik, komunikasi dan
profesionalisme dimulai semenjak awal pendidikan sehingga diharapkan dengan
paparan dini, mahasiswa lebih percaya diri dalam menerapkan kemampuan pada
tahap profesi, wahana pendidikan disediakan bervariasi, bukan hanya rumah sakit
pendidikan tetapi juga community based
education, sistem evaluasi
diperbaiki, sehingga mahasiswa dinilai
sesuai dengan level kompetensi yang diharapkan. Inovasi dapat
dilaksanakan tentunya setelah mengidentifikasikan masalah institusi, kemudian
merancang inovasi mengenai masalah tersebut.1,7
Implementasi strategi pendidikan Community
based education pada pendidikan preklinik
Sesuai dengan SPICES, yang
salah satunya merupakan community based,
strategi pendidikan haruslah berdasarkan hal tersebut. Selama ini di program
studi pendidikan kedokteran Universitas Baiturrahmah, community based baru terlaksana pada tahap klinik yaitu pada stase
kesehatan masyarakat, sedangkan pada tahap preklinik belum dilaksanakan.
Usulan dalam inovasi pada
strategi pendidikan di fakultas
kedokteran Universitas Baiturrahmah adalah mengimplementasikan strategi community based pada pendidikan
preklinik. Integrasi strategi ini pada modul keterampilan klinik I, salah satu
keterampilannya merupakan keterampilan berkomunikasi efektif. Bekerjasama
dengan kelurahan yang ada di Kota Padang, dan kader posyandu, mahasiswa akan
diarahkan ke perumahan penduduk daerah padat dan memilih keluarga yang akan
diwawancarai, hasil wawancara akan diolah menjadi suatu action yang dapat bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat
setempat. Mahasiswa melakukannya berkelompok sesuai dengan kelompok tutorial.
Manfaat dari inovasi
strategi pembelajaran community based adalah mahasiswa langsung kontak dengan
masyarakat, mahasiswa langsung melihat permasalahan yang ada di masyarakat, dan
menganalisisnya serta membuat intervensi yang mampu mereka laksanakan. Setelah
mengumpulkan permasalahan yang dilihat, mahasiswa berkonsultasi dengan dosen
pendamping, permasalahan apa yang dapat diintervensi. Kemudian membuat proyek
secara berkelompok.
Misalnya kasus prilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), masih banyak kita menemukan perokok yang merokok di
dalam rumah, mahasiswa bisa mewawancarai keluarga yang anggota keluarganya
merokok, dan menanyakan mengenai kesehatan mereka serta faktor lain yang
terkait. Kemudian secara berkelompok melakukan intervensi, baik secara
penyuluhan maupun dengan membuat poster atau leaflet yang bisa juga bermanfaat
untuk kader dan kelurahan setempat. Pada kasus pemberian ASI, masih banyak
masyarakat yang belum mengerti mengenai pemberian ASI, manfaat ASI. Mahasiswa
bisa melakukan penyuluhan, membuat leaflet dan poster.
Mempromosikan Interprofessional
Education (IPE) Universitas Baiturrahmah
Universitas Baiturrahmah
memiliki beberapa fakultas dan program studi, yang berhubungan dengan profesi
kesehatan yaitu fakultas kedokteran, fakultas kedokteran gigi, fakultas
kesehatan masyarakat, program studi keperawatan dan program studi kebidanan.
Dengan potensi ini, pelaksanaan IPE dapat dilakukan di Universitas
Baiturrahmah.
Mempromosikan IPE tidak
hanya pada pimpinan fakultas dan ketua program studi, tetapi juga kepada
mahasiswa. Pada tahap ini perlu kerjasama berbagai pihak, perlu penahapan untuk
sampai pada pelaksanaan IPE yang sistematis. Hambatan dalam mempromosikan dan
mensosialisasikan program ini adalah persepsi dari berbagai pihak, kurikulum,
kesiapan staf pengajar, waktu pengerjaan, dan penanggung jawab program serta
merancang program yang mampu laksana.
IPE sebagai bekal dari
kerjasama interprofesi yang mengutamakan patient
centered, tentunya akan memberikan manfaat pada mahasiswa profesi
kesehatan. Mereka mengetahui peran masing-masing, saling menghormati,
berkomunikasi dan bekerjasama dalam pengajaran dan pembelajaran. Dengan
pendekatan dari awal pendidikan, diharapkan mahasiswa dapat mencapai kompetensi
yang diharapkan setelah lulus nantinya.
Penutup
Inovasi dan perubahan pada
pendidikan kedokteran merupakan reaksi dari tuntutan dan perubahan yang terjadi
di lingkungan institusi pendidikan kedokteran dan perkembangan ilmu pengetahuan
serta sistim kesehatan yang ada saat ini.
Inovasi dan perubahan tentunya bertujuan untuk melahirkan lulusan dokter
yang dapat menjawab tantangan yang ada.
Perubahan dan inovasi
bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, perlu persiapan matang dan kesedian
semua pihak untuk menyetujui perubahan dan inovasi yang dilakukan. Pertimbangan
lainnya sumber daya yang mumpuni sebagai
pelaksana dari perubahan dan inovasi, waktu pelaksanaan, hambatan yang dapat
terjadi.
Daftar Pustaka
1.
Suhoyo
Y. Konsep Inovasi Strategi Pendidikan di Institusi Pendidikan Kedokteran. J
Pendidikan Kedokteran Indonesia, 2012;1:2
3.
Alwi
H, Sugono D. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3rd ed. Jakarta: Balai
Pustaka Pudat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional; 2005.
4.
Konsil
Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 2012
5.
Dent
JA, Harden RM. New horizons in medical education. In Dent JA, Harden RM (eds). A
practical guide for medical teacher. 3rd ed. Elsevier Churchill
Livingstone. 2013. p1-7
6.
Thibault
GE. Innovation in medical education: Aligning education with the needs of the
public. American Medical Association. 2013
7.
Majumunder
AA, D’Souza U, Rahman S. Trends in medical education: challenges and directions
for need-based reforms of medical training in South-East Asia.Indian J Med
Sci.2004:58:369-380.
8.
Magzoub
ME, Schmidt HG. A taxonomy of Community-based Medical Education. Acadc Med.2000;75:699-707
9.
Cooper
HC, Gibbs TJ, Brown L. Community-oriented medical education: extending the
boundaries. Medical Teacher. 2001;23:295-299
10. Barn H, Koppel I, Reeves S, Hammick M, Freeth D. Promoting
partnership for health: effective interprofessional education, argument,
assumption, and evidence. Blackwell Publisihing, CAIPE. 2005
11. Barn H, Disch JM. Promoting interprofessional education: Nursing outlook. 2007;55 (3).
pp.144-50. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17524802
0 komentar: