Innovation and Change in Education


Pendahuluan
Perubahan dan inovasi dalam pendidikan kedokteran merupakan hal yang terjadi akibat bermacam-macam tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungan institusi pendidikan. Kita sadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, pelayanan kesehatan, pertumbuhan pendudukan  akan berdampak langsung pada dunia pendidikan. Untuk menjawab tuntutan tersebut, perlu perubahan dan inovasi dalam bidang pendidikan kedokteran.1
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang pesat, pelayanan kesehatan dengan sistim jaminan kesehatan nasional seperti yang berlaku saat ini, penyakit-penyakit yang bermunculan baik yang infeksi maupun yang kronis, kesadaran masyarakat dengan kesehatan memberikan tuntutan pada dunia pendidikan agar menghasilkan dokter yang berkompeten dan menyebar merata di seluruh Indonesia.1
Innovation and change
Education dalam Oxford dictionary, “the process of receiving or giving systematic instruction, especially at a school or university.”  Pendidikan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Definisi  change berdasarkan Oxford dictionary memiliki pengertian ”make or become different”  atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai perubahan, menurut KBBI adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran. Innovation menurut Oxford dictionary memiliki arti “the action or process of innovating, a new method, idea, product, etc” dan di dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan  inovasi. Di dalam KBBI, inovasi memiliki pengertian penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat).2,3
Dengan mengenal terminologi pendidikan, perubahan dan inovasi,  pembahasan mengenai perubahan dan inovasi dalam pendidikan kedokteran merupakan hal penting dalam menjawab tuntutan dari berbagai permasalahan. Perubahan dan inovasi dapat terjadi pada kurikulum, strategi, metode dan penilaian.
Kurikulum yang digunakan di pendidikan kedokteran sekarang ini merupakan kurikulum berbasis kompetensi, yang mengacu pada Standar kompetensi dokter Indonesia (SKDI) yang disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). SKDI tersebut yang dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum pendidikan dokter di Indonesia. SKDI  juga dipergunakan dalam menilai kompetensi dokter lulusan luar negeri yang ingin bekerja di Indonesia. Tujuh area kompetensi yang tercantum dalam SKDI adalah: 1) profesionalisme yang luhur, 2) mawas diri dan pengembangan diri, 3) komunikasi efektif, 4) pengelolaan informasi, 5) landasan ilmiah ilmu kedokteran, 6) keterampilan klinik, dan 7) pengelolaan masalah kesehatan.4
SKDI disusun berdasarkan standard global bagi pendidikan kedokteran di seluruh dunia yang dikeluarkan oleh World Federation of Medical Education (WFME), bertujuan untuk meningkatkan kualitas pedidikan dokter. Rekomendasi WFME untuk meningkatkan kualitas pendidikan dokter adalah:1
-          Mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dengan ilmu klinik
-          Menyesuaikan sistim evaluasi mahasiswa agar sesuai dengan proses pembelajaran yang terintegrasi
-          Mengurangi beban kurikulum yang terlalu syarat dengan pengetahuan



WFME mendorong strategi pendidikan self directed learning  sebagai persiapan menjadi long life learner. KKI telah menetapkan kurikulum berbasis kompetensi sebagai kurikulum yang digunakan di pendidikan kedokteran dengan pendekatan strategi SPICES (Student centred, Problem based, Integrated, Community based, Elective/Early clinical exposure, Systematic).1,5
Salah satu penerapan inovasi adalah dengan  mengintegrasikan pembelajaran  ilmu kedokteran dasar dan ilmu klinik. Tahun-tahun pertama pendidikan kedokteran, mahasiswa  diharapkan untuk lebih menguasai  struktur  normal, fungsi dan perilaku. Pendekatan sistem yang merupakan pembelajaran  terintegrasi  menjadi strategi kunci  bagi program pembelajaran untuk mahasiswa pada tahun-tahun pertama.1,5,6,7
American Medical Association (AMA) merumuskan 6 area inovasi untuk pendidikan profesi kesehatan, yaitu:6
1.      Interprofesional education (IPE)
2.      Model baru pendidikan klinis
3.      Konten baru untuk melengkapai ilmu dasar
4.      Pendidikan berbasis kompetensi
5.      Incorporation pendidikan dan teknologi informasi
6.      Pengembangan kepemimpinan  dan innovator pada pendidikan profesi kesehatan
Tren pendidikan kedokteran selain yang dirumuskan AMA, juga mengenai community based, berbasis kompetensi, student centred, problem based learning, pendidikan dokter berkelanjutan, pendidikan kedokteran berdasarkan fakta dan teknologi informasi dan komunikasi. Merujuk pada SKDI, tren pendidikan kedokteran ini merupakan perwujudan dari area kompetensi yang dijabarkan pada penjabaran kompetensi dan pokok bahasan.4,6,7
Paradigma baru perguruan tinggi berubah dari teacher centred menjadi student-centred, kurikulum terintegrasi agar mahasiswa dapat berpikir secara komprehensif dan holistik sejak dini, metode pembelajaran problem based learning, pelatihan keterampilan klinik, komunikasi dan profesionalisme dimulai semenjak awal pendidikan sehingga diharapkan dengan paparan dini, mahasiswa lebih percaya diri dalam menerapkan kemampuan pada tahap profesi, wahana pendidikan disediakan bervariasi, bukan hanya rumah sakit pendidikan tetapi juga community based education,  sistem evaluasi diperbaiki, sehingga mahasiswa dinilai  sesuai dengan level kompetensi yang diharapkan. Inovasi dapat dilaksanakan tentunya setelah mengidentifikasikan masalah institusi, kemudian merancang inovasi mengenai masalah tersebut.1,7
Implementasi strategi pendidikan Community based education pada pendidikan preklinik
Sesuai dengan SPICES, yang salah satunya merupakan community based, strategi pendidikan haruslah berdasarkan hal tersebut. Selama ini di program studi pendidikan kedokteran Universitas Baiturrahmah, community based baru terlaksana pada tahap klinik yaitu pada stase kesehatan masyarakat, sedangkan pada tahap preklinik belum dilaksanakan.
Usulan dalam inovasi pada strategi pendidikan  di fakultas kedokteran Universitas Baiturrahmah adalah mengimplementasikan strategi community based pada pendidikan preklinik. Integrasi strategi ini pada modul keterampilan klinik I, salah satu keterampilannya merupakan keterampilan berkomunikasi efektif. Bekerjasama dengan kelurahan yang ada di Kota Padang, dan kader posyandu, mahasiswa akan diarahkan ke perumahan penduduk daerah padat dan memilih keluarga yang akan diwawancarai, hasil wawancara akan diolah menjadi suatu action yang dapat bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat setempat. Mahasiswa melakukannya berkelompok sesuai dengan kelompok tutorial.
Manfaat dari inovasi strategi pembelajaran community based  adalah mahasiswa langsung kontak dengan masyarakat, mahasiswa langsung melihat permasalahan yang ada di masyarakat, dan menganalisisnya serta membuat intervensi yang mampu mereka laksanakan. Setelah mengumpulkan permasalahan yang dilihat, mahasiswa berkonsultasi dengan dosen pendamping, permasalahan apa yang dapat diintervensi. Kemudian membuat proyek secara berkelompok.
Misalnya kasus prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), masih banyak kita menemukan perokok yang merokok di dalam rumah, mahasiswa bisa mewawancarai keluarga yang anggota keluarganya merokok, dan menanyakan mengenai kesehatan mereka serta faktor lain yang terkait. Kemudian secara berkelompok melakukan intervensi, baik secara penyuluhan maupun dengan membuat poster atau leaflet yang bisa juga bermanfaat untuk kader dan kelurahan setempat. Pada kasus pemberian ASI, masih banyak masyarakat yang belum mengerti mengenai pemberian ASI, manfaat ASI. Mahasiswa bisa melakukan penyuluhan, membuat leaflet dan poster.
Mempromosikan Interprofessional Education (IPE) Universitas Baiturrahmah
Universitas Baiturrahmah memiliki beberapa fakultas dan program studi, yang berhubungan dengan profesi kesehatan yaitu fakultas kedokteran, fakultas kedokteran gigi, fakultas kesehatan masyarakat, program studi keperawatan dan program studi kebidanan. Dengan potensi ini, pelaksanaan IPE dapat dilakukan di Universitas Baiturrahmah.
Mempromosikan IPE tidak hanya pada pimpinan fakultas dan ketua program studi, tetapi juga kepada mahasiswa. Pada tahap ini perlu kerjasama berbagai pihak, perlu penahapan untuk sampai pada pelaksanaan IPE yang sistematis. Hambatan dalam mempromosikan dan mensosialisasikan program ini adalah persepsi dari berbagai pihak, kurikulum, kesiapan staf pengajar, waktu pengerjaan, dan penanggung jawab program serta merancang program yang mampu laksana.
IPE sebagai bekal dari kerjasama interprofesi yang mengutamakan patient centered, tentunya akan memberikan manfaat pada mahasiswa profesi kesehatan. Mereka mengetahui peran masing-masing, saling menghormati, berkomunikasi dan bekerjasama dalam pengajaran dan pembelajaran. Dengan pendekatan dari awal pendidikan, diharapkan mahasiswa dapat mencapai kompetensi yang diharapkan setelah lulus nantinya.
Penutup
Inovasi dan perubahan pada pendidikan kedokteran merupakan reaksi dari tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungan institusi pendidikan kedokteran dan perkembangan ilmu pengetahuan serta sistim kesehatan yang ada saat ini.  Inovasi dan perubahan tentunya bertujuan untuk melahirkan lulusan dokter yang dapat menjawab tantangan yang ada.
Perubahan dan inovasi bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, perlu persiapan matang dan kesedian semua pihak untuk menyetujui perubahan dan inovasi yang dilakukan. Pertimbangan lainnya  sumber daya yang mumpuni sebagai pelaksana dari perubahan dan inovasi, waktu pelaksanaan, hambatan yang dapat terjadi.
Daftar Pustaka
1.      Suhoyo Y. Konsep Inovasi Strategi Pendidikan di Institusi Pendidikan Kedokteran. J Pendidikan Kedokteran Indonesia, 2012;1:2
2.      Oxford dictionary online.  Available from:  http://www.oxforddictionaries.com/definition
3.      Alwi H, Sugono D. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3rd ed. Jakarta: Balai Pustaka Pudat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional; 2005.
4.      Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 2012
5.      Dent JA, Harden RM. New horizons in medical education. In Dent JA, Harden RM (eds). A practical guide for medical teacher. 3rd ed. Elsevier Churchill Livingstone. 2013. p1-7
6.      Thibault GE. Innovation in medical education: Aligning education with the needs of the public. American Medical Association. 2013
7.      Majumunder AA, D’Souza U, Rahman S. Trends in medical education: challenges and directions for need-based reforms of medical training in South-East Asia.Indian J Med Sci.2004:58:369-380.
8.      Magzoub ME, Schmidt HG. A taxonomy of Community-based Medical Education. Acadc Med.2000;75:699-707
9.      Cooper HC, Gibbs TJ, Brown L. Community-oriented medical education: extending the boundaries. Medical Teacher. 2001;23:295-299
10.  Barn H, Koppel I, Reeves S, Hammick M, Freeth D. Promoting partnership for health: effective interprofessional education, argument, assumption, and evidence. Blackwell Publisihing, CAIPE. 2005
11.  Barn H, Disch JM. Promoting interprofessional education: Nursing outlook. 2007;55 (3). pp.144-50.  Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17524802



0 komentar:

PENGEMBANGAN PORTFOLIO SEBAGAI BAGIAN DARI CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT (CPD)


Definisi Continuing Professional Development
Continuing Professional Development (CPD) adalah proses dalam mendokumentasikan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh oleh seseorang baik secara formal maupun informal. CPD juga memiliki pengertian kombinasi pendekatan, ide dan teknik yang membantu seorang profesional dalam proses pembelajaran dan perkembangan profesionalisme.1,2,3

Konsep CPD
CPD, di Indonesia disebut P2KB (Program Pengembangan dan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan). P2KB adalah upaya pembinaan bersistem untuk mempertahankan, meningkatkan dan mengembangkan performa dokter agar ia senantiasa dapat menjalankan profesinya dengan baik. CPD bukan hanya berperan dalam meningkatkan pengetahuan tetapi lebih untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi yang bersangkutan sehingga tercermin dalam kinerjanya.4
CPD yang Efektif
Dalam CPD ada unsur lifelong learning  dan self assessment. Untuk bisa menentukan kebutuhan belajar, sebagai adult learner, seorang dokter akan mengidentifikasikan kebutuhan belajarnya, apa yang diperlukan dan sesuai dengan kebutuhan pekerjaannya, bagaimana cara mempelajarinya, kemudian mempelajarinya dan menggunakannya untuk kebutuhan pekerjaan.4,5
CPD yang efektif didukung dengan adanya kebutuhan untuk mempelajari suatu toik, cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan, adanya kesempatan untuk mempelajari  dan menerapkan hasil belajar itu.4,5



Portfolio dalam CPD
Portfolio adalah kumpulan  dari hasil kerja peserta didik yang berisi capaian pengetahuan, keahlian,  sikap  dan pertumbuhan profesional melalui refleksi diri dalam beberapa waktu. Komponen kunci dari portfolio adalah refleksi. Refleksi adalah sebuah proses melihat kembali pengalaman yang telah dijalani untuk dapat menarik pelajaran bagi diri sendiri dan dilanjutkan dengan penyusunan sebuah rencana untuk mengurangi kesenjangan yang ada.6,7
Profesional portfolio merupakan rekaman hasil, pencapaian, dan pengembangan profesional yang berhubungan dengan karir. Mengapa perlu pengembangan portfolio  karena portfolio sebagai bagian dari professional,dan dapat digunakan sebagai proses pembelajaran dan asesmen.6,8
Elemen Portfolio
Elemen portofolio mencakup tipe dan tingkat peserta didik, tujuan, manfaat, mediadan bentuk portfolio. Pada tipe dan level peserta didik, misalnya pada tingkat mahasiswa kedokteran, isi portfolio dapat berupa proyek penelitia, publikasi, nilai ujian, case report, rekaman aktivitas klinis, esai, dan refleksi diri. Pada residen, isi portfolio berupa refleksi diri mengenai keberhasilan dan kesulitan, evaluasi 360 derajat, rekam medis pasien.8,9
Staf pengajar dapat mengumpulkan portfolio berupa refleksi diri mengenai kelebihan dan kekurangan, aktivitas pengajaran dan contoh performa sebagai tutor, sebagai asesor, dan sebagai fasilitator. Dokter praktik, isi portfolio dapat berupa aktivitas dokter-pasien, rekam medis, refleksi diri.6,10,11
Tujuan portfolio secara garis besar adalah sebagai pembelajaran dan sebagai asesmen. Sebagai pembelajaran, portfolio digunakan sebagai alat pengembangan kemampuan peserta didik. Komponeen kunci portfolio yaitu refleksi, dengan refleksi peserta didik menilai lebih dalam kemampuan diri mereka mengenai suatu komponen atau kompetensi.7,8
Portfolio ini akan diberi umpan balik oleh mentor. Mentor,  merupakan pembimbing akademik yang mengikuti proses perkembangan mahasiswa. Mentor mendiskusikan temuan dalam portfolio dan memberikan umpan balik pada peserta didik. Sebagai bagian dari pembelajaran, susunan dari portfolio tidak terstruktur, setiap peserta didik memilih konten sendiri, sehingga akan memiliki susunan masing-masing, tergantung pada aktivitas pembelajaran, refleksi diri, dan prestasi.10
Portfolio sebagai asesmen digunakan untuk menentukan peserta didik lulus atau gagal dari modul atau suatu program. Untuk menjadikan portfolio sebagai asesmen, sebelumnya peserta didik telah mengetahui kriteria dan standar dalam penilaian portfolio. Struktur dan konten ditentukan, dan tetap harus ada refleksi.6
Manfaat Portfolio
Portfolio sebagai asesmen dapat menilai level”does”. Portfolio tidak hanya menunjukkan kemampuan kognitif peserta didik tetapi juga menilai profesionalisme. Ketepatan dan ketelitian dalam pengumpulan, mengunakan refleksi sebagai penilaian diri sendiri, sehingga menggambarkan kelebihan dan kekurangan atau kesulitan dalam mengikuti suatu modul atau program.11
Portfolio sesuai dengan tujuan sebagai bagian dari pembelajaran, akan meningkatkan interaksi peserta didik dengan dosen khussusnya mentor. Dalam proses pembelajaran mentor akan memberikan memberikan umpan balik sehingga peserta didik dapat belajar dari kesalahannya, memungkinkan peserta didik untuk memperbaiki kesalahan, memotivasi peserta didik dan dapat memandu pilihan karir peserta didik.8,9,10
Peserta didik berdiskusi dengan mentor tidak hanya setelah menyelesaikan portfolio, tetapi juga sebelum membuat portfolio. Peserta didik dapat mendiskusikan mengenai komponen apa yang harus dimasukkan ke dalam portfolionya, menyiapkan menulis refleksi mengenai pembelajaran. Peran mentor bukan hanya sebagai evaluator tetapi juga sebagai role model dalam pengembangan profesional.9
Untuk umpan balik terhadap portfolio peserta didik, mentor akan mengidentifikasi dan mengenali kelebihan dan kekurangan dai peserta didik, portfolio tidak hanya mengases satu kali dalam satu waktu, karena dikumpulkan dari waktu ke waktu, portfolio dapat menggambarkan proses pengembangan dari peserta didik.9
Manfaat portfolio tidak saja pada peserta didik, tetapi juga dirasakan oleh dosen. Dengan menyimpulkan temuan dari hasil portfolio peserta didik, dosen dapat merefleksi kemampuan mengajar dan menyampaikan serta menilai. Dengan portfolio, dosen dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam pengajaran dan interaksi dengan peserta didik.9
Media Portfolio
Media portfolio bukan hanya berupa kertas, tetapi dapat juga berupa elektronik. Portfolio elektronik merupakan satu bentuk portfolio yang dihasilkan menggunakan teknologi digital. Poretfolio elektronik atau e-portfolio merupakan satu koleksi artefak yang salah satu medianya dalam bentuk CD ROM.12,13

Model Portfolio
Model portfolio dikelompokkan menjadi 4 model, yaitu:14
1.      Shopping track, adalah segala sesuatu yang dikerjakan peserta didik selama pendidikan
2.      Toast rack adalah sejumlah tempat yang harus diisi untuk setiap modul atau unit.
3.      Spinal colum, kompetensi peserta didik  merupakan vertebrae (tulang belakang), sedangkan bukti di setiap kompetensi merupakan akar-akar saraf.
4.      Cake mix, mengintegrasikan materi portfolio untuk memberikan bukti prestasi hasil pembelajaran.
Model yang dipilih sebagai sstruktur portfolio tergantung pada tujuan dan kesepakatan dosen dan peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA
  1. Ben David MF,  Davis M, Harden RM, Howie P,  Ker J, Pippard MJ. AMEE Medical Education Guide No. 24: Portfolio as a method of students assessment.  Medical Teacher. 2001;23 (6)
  2. Challis M.  AMEE Medical Education Guide No.11 (revised): Portfolio-based learning and assessment in medical education.  Medical Teacher. 1999;21(4):370-386
  3. AMEE Learning Guide No.11: Portfolio learning in Medical Education
  4. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Program Pengembangan pendidikan Keprofesian berkelanjutan (Continuing Professional Development). 2007
  5. Continuing Professional Development (CPD): a summary of the state of knowledge about physician training. Available from: http://www.sls.se/Global/cpd/cpd2012eng.pdf
  6. Continuing professional development:  standard and requirements framework document.  Health and social care professional council.  2005
  7. Winsor PJT.  A guide to the development of professional portfolio in the faculty of education (revised edition). University of Lethbridge.1998
  8. Format for University of Maachusetts medical scholl teaching portfolio. Personal and career development portfolio
  9. Winger M. Portfolio Development workshop. CSUN Dietetic Intern. 2008
  10. Lamki N, Marchand M. The medical educator teaching portfolio: its compilation and potential untility. Sultan Qaboos university Medical Journal. 2006;6(1):7-12
  11. Baume D. Continuing Professional Development series No.3: Supporting portfolio development. Learning and teaching support network generic center. 2003
  12. http://ae.gov.sk.ca/evergreen/lifeworkstudies/part4/portion04.shtml
14.  Models of Portfolio. Medical Education. 2000;36:897-898












0 komentar:

MANAJEMEN PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN



I.     Pendahuluan

Suatu program pendidikan ditunjang oleh berbagai faktor, baik akademik maupun non akademik. Faktor akademik yaitu  kurikulum yang disusun dan disampaikan dengan baik, proses pembelajaran yang menjadikan mahasiswa sebagai pusatnya, lingkungan pembelajaran yang nyaman, penelitian dan publikasi, serta pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan tri darma perguruan tinggi. Faktor non-akademik menyangkut kepemimpinn, pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, sarana  dan prasarana, pengelolaan organisasi, sistem informasi, penjaminan mutu, kegiatan mahasiswa dan pengembangan karir.
Faktor keberhasilan dari suatu program pendidikan baik faktor akademik maupun non akademik ditentukan oleh manajemen pendidikan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Terpenuhi atau tidaknya standar yang telah ditetapkan dapat dilihat dari akreditasi institusi pendidikan. Makalah ini membahas mengenai analisis masalah manajemen yang berkaitan dengan pengorganisasian institusi, kepemimpinan, pengelolaan sumber daya pendidikan dan pengembangan manajemen pendidikan.1

II.  Manajemen Pendidikan
Manajemen berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki definisi penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; pemimpin yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan atau organisasi.2 Berdasarkan definisi di atas, terdapat dua komponen penting dalam manajemen yaitu pengelolaan sumber daya dan fungsi kepemimpinan dalam mencapai tujuan suatu organisasi.
Institusi pendidikan merupakan suatu organisasi yang dalam pengelolaannya perlu manajemen. Fakultas kedokteran sebagai penyelenggara program studi pendidikan kedokteran dan profesi dokter, dalam manajemennya perlu pemimpin yang memahami kepemimpinan dalam pendidikan, pelayanan kesehatan, manajemen pendidikan tinggi, manajemen penjaminan mutu dan mekanisme pendanaan sehingga dalam pengelolaannya baik dan memenuhi standar.3,4
2.1  Kepemimpinan dalam Organisasi Pendidikan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.5,6 Kepemimpinan merupakan dasar dari pendidikan kedokteran. Kepemimpinan dalam pendidikan kedokteran merupakan kunci penting untuk melahirkan dokter yang profesional.3,4,7,8
Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya upaya bersama untuk menggerakkan semua sumber daya yang tersedia dalam suatu organisasi. Sumber daya dapat digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu sumber daya manusia dan non manusia. Dalam lembaga pendidikan, khususnya fakultas kedokteran, sumber daya manusia merupakan unsur terpenting, sehingga untuk mencapai kesuksesan suatu organisasi perlu mengelola dengan baik sumber daya manusianya serta kemampuan pemimpinnya untuk menumbuhkan iklim kerja. 5,6,7
Kehidupan suatu organisasi sangat bergantung pada peran seorang pemimpin. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mapu menumbuhkan dan mengembangkan usaha kerjasama serta memelihara iklim yang kondusif dalam kehidupan organisasi. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dapat mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi hubungan manusia. 4,8

2.2  Manajemen dalam Organisasi Pendidikan
Tugas kepemimpinan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai perubahan teori dan metode pembelajaran dan konsep perkembangan psikologis mahasiswa sebagai adult learner. Perubahan dan pengembangan kurikulum juga menuntut adanya peran kepemimpinan dalam pengelolaannnya.3,8
Pengelolaan pada sumber daya manusia, pemimpin memberikan tugas sesuai dengan kualifikasi, dan memberikan uraian tugas sesuai dengan kualifikasinya. Manajemen sumber daya manusia khususnya dalam pendidikan tinggi,merupakan suatu proses yang terdiri dari:7,8,9
a.       Perekrutan sumber daya manusia
b.      Seleksi sumber daya manusia
c.       Pengembangan, dan penggunaan sumber daya manusia
Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi sumber daya manusia dalam hal ini dosen, tenaga administratif dan tenaga non administratif dalam organisasi pendidikan.
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses perencanaan, pengoraganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dalam mengelola sumber daya yang berupa man, money, materials, method, machines, dan informasi untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien dalam bidang pendidikan. Dalam pengkajian permasalahan yang muncul dalam organisasi pendidikan dapat dianalisis dari unsur sumber daya tersebut.8,9

III.   Manajemen Kendali Mutu
Pendidikan yang bermutu direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk pendidikan tinggi, dengan persaingan global saat ini, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan internal menyangkut berbagai hal yang menentukan kesuksesan program pendidikan.1
Masalah yang ada di setiap institusi tentu berbeda, mulai dari masalah kurikulum, pengelolaan sumber daya, pengaturan jadwal, kepemimpinan, dana, lulusan dan sarana prasarana. Dalam menilai suatu masalah, bisa saja masalah yang ada di permukaan atau bisa dinilai dari luar, bukan merupakan akar permasalahan sebenarnya, dan bisa juga masalah tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, perlunya pengelolaan masalah secara komprehensif, agar penyelesaian bukan berfokus pada masalah yang muncul tetapi pada akar masalah.1
Penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan tingggi di perguruan tinggi dapat dilakukan dengan berbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model yang dapat digunakan adalah model PDCA (plan, do, check, action) yang akan menghasilkan pengembangan mutu yang berkelanjutan. Model PDCA akan membentuk suatu siklus untuk meningkatkan mutu pendidikan secara terus menerus agar dapat memuaskan stakeholder.1,10,11
Salah satu cara evaluasi terhadap proses pembelajaran dan pengajaran dilakukan melalui observasi maupun survei untuk mengetahui tanggapan stakeholder atas proses dan layanan yang diterima. Evaluasi pembelajaran dilakukan bukan hanya bersifat substantive, namun juga menyangkut manajemen yang di dalamnya termasuk kurikulum, dosen, fasilitas penunjang pembelajaran, teknologi serta layanan staf pendukung. 11,12
Hasil pengukuran diharapkan dapat menjadi salah satu indikator implementasi standar mutu yang dilaksanakan. Di samping itu, melalui pengukuran tersebut, dapat diperbaiki kinerja institusi terkait (unit kerja, fakultas, departemen, dan program studi) dalam rangka pejaminan kualitas yang berkelanjutan. Agar hasil pengukuran  dapat memberikan makna dalam peningkatan kualitas, maka perlu diatur mekanisme tindak-lanjutnya. Melalui mekanisme yang benar, diharapkan hasil diperoleh sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.1,10,11
Di dalam tahap “check” pada manajemen kendali mutu berbasis PDCA, terdapat titik-titik kendali mutu (quality check-points) di mana setiap pelaksana pendidikan tinggi harus mengaudit hasil pelaksananaan tugasnya dengan standard mutu yang telah ditetapkan. Misalnya, tes formatif pada pertengahan modul, merupakan titik kendali mutu dalam proses pembelajaran, yang dilakukan untuk mengaudit apakah standar mutu pembelajaran yang telah dirumuskan  dalam bentuk indikator telah dapat dicapai.11
Apabila hasil audit positif, dalam arti telah mencapai standar mutu seperti yang dirumuskan dalam indikator keberhasilan, maka dalam proses perencanaan atau plan  berikutnya standar mutunya ditingkatkan. Bila hasilnya negatif, artinya indikator keberhasilan tidak dapat dicapai, maka perlu dilakukan tindakan atau action, agar standar mutu yang telah ditetapkan dapat dicapai.11
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, pihak organisasi pendidikan harus melakukan atau menetapkan perbaikan dan pengembangan yang berkelanjutan bagi tercapainya upaya penjaminan manajemen mutu. Organisasi pendidikan perlu menciptakan dan mengembangkan:1
  •        Budaya dan suasana akademik yang kondusif
  •    Komitmen institusi menggambarkan citacita yang ingin dicapai dengan dikontrol oleh manajemen mutu
  •      Dukungan dan pengelolaan sumber daya yang memiliki komitmen tinggi terhadap peningkatan mutu
  •       Dukungan sarana dan prasarana yang memadai
  •      Kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kemapuan dan kreativitas para mahasiswa
  •      Merealisasikan kesempatan-kesempatan yang tersedia dalam bidang penelitian dan pengabdian untuk menunjang wawasan.





0 komentar: