Distribusi Dokter Tidak Merata Vs Jumlah Dokter Kurang

 


Di Muktamar AIPKI kali ini selain agenda Pemilihan Ketua AIPKI yang baru, ada isue baru yang diangkat yaitu, jumlah dokter kurang. Apakah benar kurang? Kalau kita tinggal di perkotaan, mungkin tidak merasakan hal itu, karena setiap sudut ada klinik atau ada praktik dokter ataupun tersedianya puskesmas dan rumah sakit. Bagaimana di daerah yang (maaf) rural/terpelosok. Apakah dokter cukup? Kalau dari WHO tuntutan adalah 1: 1000, 1 dokter berbading 1000 penduduk. Dari data yang ditampilkan ternyata memang perbandingan ideal ini belum tercapai.

Sebagai dosen yang juga melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, saya dan tim dosen lain dari kampus pernah melaksanakan di sebuah daerah yang tidak terlalu jauh dari kota, tetapi dokternya tidak ada. Bahkan saya pernah mendengar, seorang dokter gigi, mengambil penempatan puskesmas saat tes PNS di daerah terpencil, belum satu tahun sudah bisa pindah ke daerah kota, ada apa ini sebenarnya?

Kalau dokter kurang, respon pemerintah pastinya meminta produksi dokter, artinya yang dituntut adalah Institusi Pendidikan, sedangkan produksi dokter harus tetap menjaga kualitasnya, bahkan dari kami dari kampus swasta. Kemenkes menyarankan untuk membuka Fakultas Kedokteran Baru, untuk menjawab masalah ini. Padahal produksi dokter itu paling cepat 6 tahun, 4 tahun tahap akademik dan 2 tahun tahap profesi.

Kalau produksi dokter ini sudah cukup, akankah distribusi dokter ke pelosok akan merata, atau tetap berkumpul di perkotaan? Bahkan staf kementerian dalam negeri menampilkan data bahwa distribusi dokter jelas-jelas tidak merata. Perlu juga pembangunan lain selain hanya produksi dokter dengan membuka FK baru atau mendistribusikan dokter ini. Distribusi dokter mungkin bisa dengan program PTT seprti dulu, walau sementera, tetapi ada jawaban untuk kebutuhan dokter.

Perlu juga kita melihat kembali gender terbanyak di semua fakultas kedokteran di seluruh Indonesia. Di almamter saya lebih banyak perempuan, di tempat saya mengabdi saat ini lebih banyak mahassiwa perempuan. Di beberapa jurnal dari berbagai fakultas kedokteran yang menampilkan data karakteristik juga lebih banyak mahasiswa perempuan. Artinya hasil produksi nantinya adalah dokter perempuan. Apa pertimbangannya untuk pergi ke daerah? apakah aman untuk ke daerah tersebut? Kalaulah ada program PTT dan diwajibkan untuk mengabdi semoga faktor keamanan ini juga diperhatikan oleh pemerintah. Apakah akan ada masalah lain? atau pertimbangan lain? saya rasa ada, tetapi saya juga tidak pasti dengan masalah yang akan muncul.

0 komentar: