Kemaren, pas berangkat kerja, sekitar 10 angkot orange Kota Padang parkir depan pool nya Trans Padang yang di Simpang Kalumpang. Awalnya saya pikir, ada acara anak TK kah? Karena di sini amak TK sering ada acara dan biasanya TK Carter angkot.
Pas mobil saya melewati angkot, saya sengaja pelan, karena melihat ada tulisan, wah mogok nih. Ada apa ya? Belum lihat berita lagi.
Sorenya, pas praktik, ada pasien yang berobat yang juga sebagai supir angkot, sedikit mengulik, mengapa mogok tadi pagi? Kata si Bapak, PLT Walikota membuat kebijakan baru, akan ada penambahan Trans Padang arah lubuk Biaya sebanyak 30 buah. Yang di anggap oleh pengusaha angkot itu mematikan usaha mereka.
Satu sisi ya, benar juga pendapat di Bapak dan teman-temannya ini. Tapi di sisi lain, kebijakan ini merupakan permintaan masyarakat. Masyarakat bukan tidak tergolong dengan adanya angkot, apalagi sebelum adanya Trans Padang, angkutan umum yang angkot warna warni ini lah yang membantu masyarakat.
Sejak ada Trans Padang, mayasrakat punya pilihan mau naik angkot atau Trans Padang. Bahkan sekarang pilihannya bertambah mau naik ojek pangkalan, ojek online atau mobil online atau taksi. Makin terpinggirkan si angkot? Ya, tentu saja, itu haknya masyarakat untuk memilih. Ya sesuai dengan budget transportasinya juga.
Kalau saya ditanya, akan pilih mana untuk transportasi umum, saya juga akan memilih Trans Padang, murah, tidak ada asap rokok, kalaupun ada musik, musiknya ga menyakitkan telinga dan tidak ugal-ugalan. Bagaimana dengan angkot? Angkot harusnya berbenah juga, fokusnya ke pelayanan konsumen, bukan semaunya supirnya saja. Tidak peduli dengan siapa saja penumpangnya, mau anak-anak, nenek, ibu hamil dan kelompok rentan lainnya, asap rokok tetap saja ngepul, mobil tetap saja rem semaunya, musik sangat keras, entah musik apa, apa supirnya tau artinya atau ga, entahlah. Bahkan saat saya naik angkot ada ibu hamil besar, harus turun di jalan karena angkot ugal-ugalan, entah mengejar apa.
Kalau diperbaiki pelayanannya, saya masih yakin masih ada yang mau naik angkot, karena Trans Padang ga setiap saat ada, per 30 menit kemudian sekarang per 15 menit. Masih ada lahan kok untuk angkot. Tentu dengan perbaiki layanannya, dan tidak menganggap masyarakat yang naik angkot ini seperti kuman yang ga dihargai. Bukan alasan dong, ngebut karena nyari target sehingga membahayakan penumpang.
Ponakan yang SMP saya naik Trans Padang setiap hari. Anak sekolah umumnya naik Trans Padang, mengapa karena ongkosnya jauh lebih murah Rp 1500, kalau pakai baju bebas baru tarif biasa Rp 3500. Walau ponakan saya dan anak2 sekolah lainnya harus rela berdiri, karena bangku prioritas diperuntukkan untuk ibu hamil, ibu dengan anak2 dan lansia.
Kadang kasihan juga melihat anak sekolah ini berdiri, iya mereka bayar lebih murah, iya mereka masih kuat lututnya, tetapi kan mereka juga capek, apalagi yang fullday. Akan tetapi mereka belajar mengalah, belajar bersosial dan menaati aturan. Aturan seperti naik dan turun dk tempat yang disediakan, tidak makan dan minum di dalam bus, tidak bicara keras dan mengganggu orang lain dan bisa memprioritaskan orang lain. Makanya pemerintah membuat kebijakan untuk menambah armada Trans Padang.
Sekian tahun yang lalu waktu saya kuliah, belum ada Trans Padang belum ada ojek online, kalau angkot mogok karena mau naikin tarif, saya ga punya pilihan transportasi lain. Akhirnya ha minta Saudara untuk mengantarkan ke kampus. Kalau sekarang mogok, ya tinggal pesan ojek online.
0 komentar: