Ini Jam Sekolah, Nak

 Kemaren, saya dan teman saya nonton film di siang hari. Setelah mengantri tiket dan membeli popcorn, kami beranjak ke studio yang dituju. Karena belum ada petugas yang membukakan pintu bioskop, kami duduk di depan sambil menunggu. Tiba-tiba ada anak kecil sepantaran usia 10-12 tahun yang membukakan pinta. Silakan masuk, kak. 

Saya menatap lama, kemudian bertanya, "Kamu kerja di sini?". Dia menjawab, "Tidak, mau nonton." Lalu saya bertanya lagi, di mana tinggalnya, ke bioskop dengan siapa? Dari informasi yang disampaikannya, anak laki-laki ini berumur 13 tahun, agak kaget, karena badannya kecil dan tidak tinggi. Ia ke bioskop dengan angkot, sendirian, katanya menumpang saja, artinya dia ga bayar angkotnya. Di bioskop dia ga bayar, juga numpang menonton. Dari obrolan juga saya tau anak ini putus sekolah saat  kelas 6 SD, kedua orangtua meninggal, dan tinggal dengan nenek pihak ibu. Keluarga pihak ayah di kota lain. Anak ini putus sekolah, nenek tidak bisa jalan dan hanya ada kakeknya yang mengerjakan kerjaan rumah tangga sehari-hari. 

Saya bertanya lagi kenapa tidak minta tolong RT, biar bisa sekolah lagi. Nonton film gratis itu hanya kesenanagan sementara, tapi pendidikan itu penting. KAtanya neneknya tidak bisa menemani. Mhmm, saya tanya lagi saudara ibunya ada berapa? ada 4 orang jawabnya. KArena pitu sudah dibuka, pembicaraan kami terpotong. saya dan teman saya memasuki bioskop, sedangkan anak itu duduk di ruang tunggu depan studio.

Setelah iklan dan film mau mulai, terlihatlah anak itu masuk mengendap-ngendap, duduk di kursi bagian depan, kemudianmatanya melihat ke atas, ada kursi di bagian atas yang kosong, makanya ia pindah. Setelah film mulai saya tidak mengamati anak ini lagi, pun ketika kami keluar bioskop, tidak tampak anak ini.

Yang saya lihat dari anak ini, apakah itu dilakukan secara sadar atau tidak, dia memanfaatkan belas kasih orang, menumpang angkot, nonton gratis. Tapi itu sampai berapa lama, dia menikmati gratifikasi seperti itu. Semakin besar dia, pemakluman makin sedikit, apalagi kalau ada orang dewasa yang mau gratisan tanpa bekerja. Anak ini usia sekolah, belum ada skill kehidupan, pergi ke tempat yang menyediakan kesenangan. Bukannya ga boleh, toh kursi bioskop juga lebih banyak yang kosong, dan kami yang nonton dan bayar juga tidak dirugikan. Tapi mentalnya. Apakah akan berkemabng menjadi baik, atau malah mencari gratifikasi lain, sehingga ga memiliki kemampuan bekerja.

Di daerah by pass, sehari-hari terlalu banyak pak ogah, yang menurut saya tidak perlu dan malah menganggu. Bahkan yang jadi ogah, usia sekolah. mengapa mereka mau berpanas-panasan? padahal tidak semua mobil yang ngasih uang? karena kalau dikasih pecahan lumayan seribu dan dua ribu. kalau yang udah merokok, bisa beli rokok. Demi dua ribu mereka mengorbankan sekolahnya.

0 komentar: