Belajar dari Clash of Champion

 



Beberapa bulan yang lalu, ada acara Clash of Champion by Ruang Guru. Acara yang diadaptasi dari Korea ini, mendapatkan banyak atensi dari masyarakat Indonesia. Kami sebagai pengamat  dan penonton setia dibuat kagum oleh anak-anak bangsa ini. Sudah lama sekali tidak ada kuis yang membangkitkan semangat belajar. Selama ini anak-anak belajar di Sekolah dengan target KKM, dan hampir semuanya lulus, walaupun ada yang remedial, tapi semangat juang mereka seperti berbeda dengan waktu saya dan generasi saya dulu sekolah.

Kenapa saya bilang semangat juang mereka  agak lemah, hal ini berdasarkan hasil refleksi mahasiswa saya. Mahasiswa semester pertama saya minta untuk membuat refleksi diri atas pengalaman yang dirasakannya setelah menjalani kehidupan mahasiswa. Dari beberapa refleksi yang saya baca, mahasiswa merasa kesulitan di bangku kuliah, rasa mereka sudah belajar, tapi pas keluar nilai modul hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Padahal usaha mereka sudah maksimal, menurut pengakuan mereka. Dengan usaha yang sama di bangku sekola mereka baik-baik saja, tetap lulus dengan nilai yang bagus. Bahkan ada mahasiswa yang dulunya peserta OSN (Olimpiade Sains Nasional) di sekolahnya dulu, ketika di bangku kuliah tidak mampu menunjukkan performanya, bahkan performanya di bawah rata-rata.

Memang banyak faktor yang mempengaruhi, mulai dari adaptasi, pergaulan, dan faktor lainnya sehingga performa mahasiswa tidak maksimal di bangku kuliah. Beberapa mahasiswa bimbingan akademik saya, ketika saya tanya, apa masalah akademiknya, jawabannya susah fokus, susah memanajemen waktu, permisif dengan beberapa hal. Ada yang telat masuk praktikum, alasannya nganterin mama ke bandara. Apakah tidak ada orang lain? Apakah harus dia yang nganterin mamanya ke Bandara? Apakah orangtuanya tidak tau kalau anaknya ada jadwal praktikum? Kemudian masuk tanpa rasa bersalah ke ruang praktikum.

Ada cerita lain untuk mahasiswa tahun kedua, sudah masuk modul riset. Tujuan modul ini mahasiswa bisa menulis literatur review, saat diskusi dengan beberapa kelompok, ide yang mereka cetuskan tidak jauh-jauh dari mental health, stres mahasiswa, depresi. Apakah memang serapuh itu kamu, Nak? Atau generasi kami yang menganggap kalian rapuh? Kalau memang kalian punya semangat juang, tidak patah dengan kritikan, berani bertindak, tunjukkanlah.

Balik lagi ke acara COC, salah seorang peserta yang menarik perhatian saya adalah Syakira, seorang mahasiswa co as FK UI, yang pada saat lomba terlihat naik turunnya, tapi berhasil memenangkan lomba ini. Ibarat kata bijak, bila kamu jatuh tujuh kali, kamu harus bangkit delapan kali. Tidak mudah putus asa. Berpikiran positif, berusaha semaksimal mungkin berdoa, dan yakin proses tersebut tidak akan mengkhianati hasil.

Setelah acara COC berakhir, beberapa cast banyak diundang di podcast-podcast, yang hal tersebut adalah hal baik. Beberapa pelajaran yang bisa saya ambil, anak yang memiliki daya juang tinggi dilahirkan dari pendidikan rumah yang menunjukkan dan menyemangati semangat juang anak, memberikan dukungan pada anak. Role model di rumah membarikan pengaruh besar buat anak, seperti contohnya Axel yang orang tuanya berjuang untuk mengantarkan dia les OSN di kota berbeda, atau Syakira, yang orangtuanya ikhlas melepaskan anak gadisnya sekolah di boarding school dan mau mendengarkan argumen anak.

Syakira sempat di bully juga dengan pernyataannya di salah satu youtube, bahwa titik terendahnya saat IPK nya di kedokteran 3,6 an. Yang bagi sebagian besar orang itu merupakan nilai yang tinggi yang membanggakan. Tapi bagi seorang Syakira, yang paham betul dengan perjuangannya, dia merasa belum mengeluarkan semua kemampuannya, sehingga baginya itu belum memuaskan. Baginya nilai yang memuaskannya adalah nilai 3,9. Tidak ada yang salah dengan itu semua, tinggal bagaimana respon kita, kehidupannya yang menurut kita sempurna, lahir dari keluarga yang berkecukupan, kedua orang tua dokter, bersekolah di sekolah dan kampus yang diimpikan orang lain, memang mengelitik host untuk bertanya apa yang membuat seorang Syakira down atau berada di titik terendah. Titik terendah setiap orang berbeda-beda, pencetus kesedihan setiap orang juga beda-beda, jadi tidak bisa disamakan titik terandah setiap orang. Tingga mensyukuri, mengambil hikmah, berdamai dengan waktu untuk bisa bangkit lagi.

Balik lagi ke daya juang ya.. saya atau generasi saya merasa daya juang generasi Z ini lemah. Mereka menempatkan dirinya sebagai korban. Is it true? atau ini hanya asumsi mereka. kalau mereka jadi pelaku, mereka berdalih adanya mental health. Muncul lah self diagnose seperti itu. Satu hal, capek juga ya mengahdapinya. Bagaimana harusnya berkomunikasi dengan mereka. Satu yang saya sadari, ya mereka generasi Z sekarang dan generasi Alpha merupakan produk dari generasi saya. Apa yang mereka kerjakan tentu berdasarkan apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Apakah generasi kami mengurus dan mendidik anak terlalu memanjakan? tidak membiarkan mereka merasakan sakit? atau terlalu permisif? atau ada figur yang tidak mereka dapatkan?

Entahlah.. semoga akan ada pematik semangat juang gen Z ini, sehingga mereka mau berjuang untuk hidup dan masa depannya. Bagaimanapun juga mereka calon pemimpin dan calom-calon orang hebat yang akan mengurus kita nantinya.


0 komentar: