Hari 5 – Satu Tahun ke Depan: Apa yang Sebenarnya Aku Harapkan?

 


Hari ini aku membuka kalender. Menghitung mundur dari hari ini ke pertengahan tahun depan. Kira-kira ada tiga ratusan hari. Terasa banyak, tapi juga bisa sangat cepat jika tidak benar-benar dirancang. Aku duduk diam beberapa menit, membuka buku catatan kosong, lalu menulis di atasnya satu kalimat sederhana: “Apa yang sebenarnya aku harapkan satu tahun dari sekarang?”

Pertanyaan itu datang bukan dari ambisi, tapi dari kebutuhan untuk menata kembali arah. Selama ini aku berjalan dengan ritme yang cepat. Kadang terlalu cepat. Tuntutan pekerjaan, target institusi, akreditasi, tanggung jawab rumah, bahkan urusan-urusan pribadi yang kadang tak selesai. Dalam semua itu, aku sering lupa bahwa diriku juga punya hak untuk bermimpi. Bukan mimpi besar yang muluk-muluk, tapi mimpi yang sederhana: belajar lagi.

Tahun ini aku ingin menyusun kembali fondasi itu. Aku ingin satu tahun ke depan bisa mengirimkan proposal S3 yang matang. Proposal yang bukan hanya selesai ditulis, tapi selesai dipahami—olehku sendiri, oleh calon promotor, oleh siapa pun yang membacanya. Aku ingin proposal itu lahir dari proses yang jujur, penuh membaca, banyak bertanya, dan tidak tergesa-gesa.

Aku ingin menata waktu, bukan untuk bekerja lebih keras, tapi untuk belajar lebih baik. Aku ingin menyediakan waktu khusus tiap minggu hanya untuk membaca jurnal, mencatat gagasan, dan menulis ulang ide yang mungkin sempat kutinggalkan. Aku ingin kembali membuka buku-buku dari S2 yang dulu terlalu cepat kulalui. Aku ingin mendekati kembali literatur—bukan sebagai beban referensi, tapi sebagai percakapan diam-diam antara aku dan dunia ilmiah.

Dan yang paling penting, aku ingin belajar menyusun keberanian. Keberanian untuk menulis surat lagi kepada Prof. Ardi. Keberanian untuk mengakui bahwa waktu itu aku belum siap, tapi sekarang aku ingin berusaha lebih jujur dan sungguh-sungguh. Aku tahu, surat itu mungkin tidak akan menjamin apa pun. Tapi keberanian menulisnya saja, akan menjadi kemenangan kecil yang penting.

Satu tahun ke depan, aku tidak tahu apakah aku sudah akan diterima di program doktor. Tapi aku ingin satu tahun ini menjadi masa pembentukan. Aku ingin melihat diriku yang tahun depan, sebagai seseorang yang sudah lebih tenang, lebih paham arah, dan lebih siap.

Bukan siap karena semua pertanyaan sudah punya jawaban. Tapi siap karena aku sudah berdamai dengan prosesnya—dan tetap berjalan.

0 komentar: