Hari ke 14: Pertemuan Pagi dan Mimpi Disertasi


Pagi ini aku bertemu seorang teman lama—bukan teman biasa, tapi teman yang selalu bisa membuatku berpikir lebih panjang dari biasanya. Kami duduk di pojok kafe, secangkir kopi di meja, dan obrolan mengalir begitu saja menuju topik yang akhir-akhir ini memenuhi kepalaku: S3.

Aku bercerita tentang topik tesis S2-ku dulu, yang berkutat di lingkungan pembelajaran. Saat itu, fokusku masih pada aspek tradisional: interaksi di kelas, peran dosen, dan bagaimana mahasiswa menavigasi proses belajar. Tapi kini, dengan rencana S3 di depan mata, aku ingin melangkah lebih jauh. Aku ingin mengembangkan penelitian itu ke ranah Technology Enhanced Learning—bagaimana teknologi bisa mengubah, memperluas, bahkan mungkin memperdalam pengalaman belajar.

Temanku mendengarkan dengan saksama, lalu bertanya, “Kalau teknologi jadi fokusnya, kamu mau masuk dari sisi desainnya, dampaknya, atau integrasinya dengan lingkungan belajar?” Pertanyaan itu menempel di pikiranku. Karena memang, lingkungan pembelajaran bukan lagi sekadar ruang fisik atau interaksi tatap muka. Ia adalah ekosistem—terhubung, berlapis, dan penuh dinamika—apalagi jika teknologi masuk sebagai salah satu komponennya.

Kami berbicara tentang Learning Management System, simulasi virtual, adaptive learning, dan juga tantangan yang datang bersamaan: keterbatasan infrastruktur, kesiapan dosen, bahkan resistensi perubahan. Di tengah obrolan, aku sadar bahwa minatku bukan hanya melihat teknologi sebagai alat, tapi sebagai bagian dari desain lingkungan belajar yang mendukung pertumbuhan mahasiswa secara utuh.

Pertemuan pagi ini memberi sesuatu yang berharga: rasa jelas. Bahwa disertasi yang ingin kutulis nanti bukan hanya dokumentasi penggunaan teknologi di kelas, tapi eksplorasi bagaimana teknologi dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, adaptif, dan bermakna.

Saat pulang, aku membuka catatan di ponsel dan menuliskan satu kalimat:

“Lingkungan belajar yang baik bukan hanya tentang tempat dan orang, tapi juga tentang bagaimana teknologi membangun jembatan di antara keduanya.”

 

 Rencana Konkret untuk Memulai

Agar mimpiku ini tidak berhenti hanya sebagai ide di kafe, aku membuat langkah-langkah awal:

  1. Menetapkan fokus penelitian
    Memutuskan apakah pendekatannya lebih pada desain, integrasi, atau evaluasi dampak teknologi dalam lingkungan pembelajaran.

  2. Melakukan tinjauan literatur awal
    Membaca jurnal dan disertasi terkait Technology Enhanced Learning di pendidikan kedokteran untuk menemukan gap penelitian yang relevan.

  3. Mengkaji konteks institusi
    Mengidentifikasi platform dan teknologi yang sudah digunakan di kampus, serta potensi inovasi yang bisa diuji.

  4. Menghubungi calon promotor
    Menyampaikan minat penelitian ini untuk mendapat masukan dan menguji kelayakan topik.

  5. Membuat kerangka awal proposal
    Menulis latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan kerangka metodologi meski masih kasar, agar arah riset lebih terarah. 


Hari ini aku merasa satu langkah lebih dekat dengan mimpiku. Dan langkah itu dimulai dari secangkir kopi, percakapan yang tulus, dan keberanian untuk mulai menyusun mimpi sekeping demi sekeping. 

0 komentar: