Seri 10 – Metode Penelitian: Antara Bingung, Takut Salah, dan Akhirnya Paham

 


Ada satu fase dalam perjalanan skripsi yang bikin banyak mahasiswa tiba-tiba merasa… kecil.

Bukan karena dosen pembimbing, bukan karena revisi, tapi karena metode penelitian.

Ya, bagian yang sering disebut-sebut, tapi jarang benar-benar dipahami: metode apa yang harus dipakai?
Kuantitatif? Kualitatif? Mix-method? Studi kasus? Cross-sectional? Analisis regresi? Fenomenologi?
Dan tiba-tiba semuanya terasa seperti bahasa alien.

“Saya nggak ngerti metodenya, Bu…”

Kalimat itu sering banget aku dengar dari mahasiswa.
Ada yang bilang sambil senyum kaku.
Ada yang bilang sambil ingin nangis.
Ada yang bilang sambil ketawa—tapi kelihatan jelas itu tawa pasrah.

Kenyataannya, banyak mahasiswa memilih topik dulu baru memikirkan metode.
Saat masuk ke metode, barulah muncul panik:

“Saya takut salah pilih metode.”
“Takut dosen bilang nggak tepat.”
“Takut metodenya ternyata sulit.”

Padahal, kebingungan itu wajar.
Karena metode penelitian bukan cuma tentang teknik, tapi tentang cara kita melihat dunia dan menjawab pertanyaan penelitian.

Kenapa Memilih Metode Itu Sulit?

Karena mahasiswa sering merasa metode penelitian harus rumit, keren, atau serba canggih agar skripsinya dianggap bernilai.

Padahal dosen tidak mencari yang keren.
Dosen mencari yang sesuai.

Dan metode yang sesuai adalah metode yang bisa menjawab pertanyaan penelitianmu secara logis, sederhana, dan terukur.

Kalau pertanyaannya ingin tahu hubungan, pakai metode hubungan.
Kalau ingin tahu pengalaman orang, pakai metode kualitatif.
Kalau ingin menggambarkan saja, pakai deskriptif.

Sering kali mahasiswa hanya butuh satu hal:
memahami inti pertanyaannya dulu.

Kiat Memahami dan Memilih Metode Penelitian Tanpa Stres

1. Kembali ke pertanyaan penelitianmu

Metode lahir dari pertanyaanmu, bukan sebaliknya.
Tanyakan:

  • Aku ingin menjelaskan, menggambarkan, atau mencari hubungan?

  • Aku ingin tahu angka, atau makna pengalaman?

  • Aku ingin mengamati fenomena, atau menguji teori?

Jawaban ini sudah mengarahkanmu 60%.

2. Lihat skripsi atau jurnal yang mirip topiknya

Cara tercepat belajar metode adalah lihat contoh nyata.
Bukan baca teori panjang dulu—itu nanti.

Kamu akan lihat:
“Oh, peneliti ini pakai cross-sectional.”
“Oh, oh… ternyata yang ini pakai wawancara mendalam.”

Contoh nyata jauh lebih mudah dipahami daripada abstraksi teori.

3. Pelajari sedikit demi sedikit, jangan sekaligus

Metode penelitian itu kayak bahasa baru.
Kalau kamu baca semuanya sekaligus, pasti pusing.
Tapi kalau dibaca bertahap, lama-lama nyambung.

Mulai dari dasar:

  • tujuan metode

  • prosedur

  • cara analisis

  • contoh penerapan

Setelah itu baru masuk ke teknis.

4. Tanyakan ke dosen pembimbing, jangan tunggu “pasti paham dulu”

Banyak mahasiswa malu bertanya karena merasa belum paham.

Padahal justru sebaliknya.
Dosen tahu bahwa mahasiswa memang tidak akan langsung paham.

Kamu boleh bilang:

“Bu/Pak, saya sudah membaca bagian ini, tapi saya masih bingung di langkah X. Apakah boleh dibantu memantapkan arah metodenya?”

Sopan, jujur, dan jelas.

5. Jangan mengejar metode yang “keren”, tapi metode yang tepat

Beberapa mahasiswa ingin ada regresi, ANOVA, model struktural, atau fenomenologi transendental—padahal topiknya tidak butuh.
Metode bukan ajang unjuk kebolehan.
Metode adalah alat.
Dan alat yang tepat jauh lebih penting daripada alat yang kompleks.

6. Kuasai dulu logikanya, baru teknisnya

Sering mahasiswa takut SPSS atau NVivo.
Padahal yang harus dipahami dulu adalah logika metodenya.

Misalnya:

  • Kalau hubungan → correlation.

  • Kalau perbandingan → uji beda.

  • Kalau makna → coding tematik.

Setelah logikanya paham, teknisnya jauh lebih mudah dipelajari.

Menguasai Metode dan Konten Sekaligus: Bisa!

Banyak mahasiswa merasa tidak mampu menguasai metode dan konten penelitian.
Padahal, keduanya justru saling melengkapi.

Konten membuatmu paham apa yang sedang kamu teliti.
Metode membuatmu paham bagaimana cara menelitinya.

Dan kamu tidak perlu jadi ahli dalam sehari.
Belajar skripsi itu bertahap:

  1. Pahami topikmu.

  2. Baru belajar metode yang cocok.

  3. Baru belajar langkah-langkah teknis.

Yang penting: konsisten, bukan sempurna.

Metode penelitian sering terasa menakutkan karena kita menganggapnya sesuatu yang besar dan rumit.

Padahal metode hanyalah cara untuk menemukan jawaban, bukan sesuatu yang harus mengintimidasi kita.

Skripsi bukan tentang jadi ahli statistik atau ahli filsafat kualitatif.
Skripsi adalah tentang bagaimana kamu bertumbuh melalui proses ilmiah.

Kamu boleh bingung.
Kamu boleh takut.
Tapi kamu juga harus tahu bahwa kamu bisa belajar.

Pelan-pelan.
Sedikit demi sedikit.

Karena pada akhirnya, metode penelitian akan berhenti terlihat rumit ketika kamu mulai memahaminya sebagai teman perjalanan—bukan musuh yang harus ditaklukkan.

0 komentar: