Ada satu tahap dalam skripsi yang sering dianggap sepele, bahkan banyak mahasiswa bilang:
“Kayaknya ribet, deh.” “Nanti aja pas data udah siap.” “Ah, itu cuma administrasi.”
Padahal, kaji etik adalah pilar moral dari seluruh perjalanan penelitianmu. Tanpa kaji etik, penelitianmu ibarat jalan tanpa rambu: kelihatan bisa jalan, tapi berbahaya. Dan menariknya, tahap ini datang diam-diam—tidak serumit sidang proposal, tidak seintens mengumpulkan data, tapi justru menentukan apakah penelitianmu akan berjalan dengan lancar atau terhambat dalam proses awal.
Karena penelitianmu melibatkan manusia, bukan sekadar angka dan tabel. Setiap kali kamu meminta seseorang mengisi kuesioner, diwawancarai, atau diobservasi, kamu sebenarnya sedang: memasuki ruang privasi seseorang, meminta waktu, tenaga, bahkan emosinya, mengambil data yang bisa sangat sensitif. Tanpa kamu sadari, kamu sedang memegang tanggung jawab moral.
Form kaji etik memang terlihat menakutkan, tapi sebenarnya:
-
strukturnya berulang,
-
pertanyaannya logis,
-
dan kebanyakan isiannya adalah penjelasan dari proposalmu.
Kaji etik hanya ingin mendengar:
“Kamu tahu apa yang kamu lakukan, dan kamu siap melakukannya secara aman.”
Sederhana: mereka ingin memastikan kamu tidak “asal jalan.”
a. Formulir panjang → malas membacanya
b. Instrumen belum jadi → ditolak
c. Tidak bisa menjelaskan risiko
d. Menunggu hasil kaji etik terasa lama
Padahal hanya perlu diisi dengan rinci dan jujur.Komisi etik tidak akan meluluskan proposal tanpa instrumen yang matang. Padahal risiko minimum pun harus dijelaskan, seperti: kebosanan saat mengisi, ketidaknyamanan menjawab pertanyaan sensitif, potensi salah paham. Sabarlah, mereka memeriksa banyak penelitian.
✔ Siapkan berkas dari awal. Jangan tunggu semua sempurna.
Siapkan:
✔ Tulis dengan bahasa yang sopan dan manusiawi
✔ Pastikan instrumen bebas dari pertanyaan yang membahayakan atau memojokkan
✔ Jelaskan bagaimana kamu menjaga data
✔ Bersikap sabar
Menunggu hasil kaji etik adalah latihan kesabaran. Bagian ini sering jauh dari dramatis, tapi sangat menentukan. Komisi etik bukan menilai kecantikan kalimatmu, tapi kepekaanmu sebagai peneliti. Ganti pertanyaan yang terlalu pribadi tanpa alasan yang jelas.
Contoh:
-
data disimpan di komputer yang dipassword
-
tidak akan membagikan identitas responden
-
kode responden menggantikan nama
Ada alasan mengapa penelitian di jenjang apa pun S1, profesi, S2, S3 wajib melalui kaji etik. Karena penelitian bukan hanya tentang menemukan jawaban ilmiah, tetapi tentang menghormati manusia.
Kaji etik adalah pelajaran yang halus tapi kuat: tentang empati, tentang integritas, tentang menghargai batasan, tentang berhati-hati, tentang profesionalisme.
Dan yang paling penting: “Kaji etik membuat kita berhenti sejenak dan bertanya: Apakah penelitian saya sudah manusiawi?”

0 komentar: