Ada satu hari yang selalu dinanti sekaligus ditakuti oleh hampir semua mahasiswa:
Hari Sidang Skripsi.
Hari di mana semua kerja kerasmu—berbulan-bulan membaca jurnal, menyusun bab, mengedit revisi, menangis diam-diam, bahkan begadang sambil ngomel—akhirnya diuji.
Dan jujur saja… nggak ada yang benar-benar siap seratus persen.
Kalau kamu sekarang sedang menunggu hari sidang, atau sedang membayangkannya, izinkan aku bercerita sedikit tentang bagaimana membuat hari itu terasa lebih manusiawi dan tidak menakutkan.
1. Rasa Cemas Itu Normal, Jadi Jangan Dilawan
Beberapa mahasiswa datang ke sidang dengan tangan dingin, mulut kering, suara gemetar. Ada yang pacing bolak-balik, ada yang fokusnya buyar, ada yang ingin ke toilet setiap 10 menit.
Dan itu wajar.
Cemas itu tanda kamu peduli.
Tanda kamu menghargai prosesmu.
Tanda kamu ingin memberikan yang terbaik.
Jangan melawan rasa cemas itu—justru terima dan kelola.
Karena yang membuat sidang jadi berat bukan sidangnya, tapi pikiran kita sendiri.
2. Presentasi Sidang Tidak Perlu Sempurna, Cukup Jelas & Jujur
Banyak mahasiswa menghabiskan waktu berhari-hari memperbaiki slide, memastikan warna, transisi, dan ikon yang serasi.
Padahal dosen tidak menilai slide-mu.
Dosen menilai pemahamanmu.
Tips sederhana:
-
Sampaikan apa inti penelitianmu, bukan semua detailnya.
-
Gunakan kalimat pendek.
-
Fokus pada logika: latar belakang → masalah → tujuan → metode → hasil → makna.
-
Latihan 2–3 kali sudah cukup, tidak perlu 20 kali.
Dan ingat: kalau kamu lupa kalimat tertentu, improvisasi saja.
Dosen lebih menghargai mahasiswa yang tenang, bukan yang hafalan.
3. Jawaban Tidak Harus “Pintar,” Tapi Harus Masuk Akal
Kadang mahasiswa panik karena takut tidak bisa menjawab.
Padahal penguji tidak sedang mencari jawaban paling canggih, tapi jawaban yang logis dan jujur.
Kalau kamu belum tahu sesuatu, kamu bisa menjawab:
“Terima kasih, Bu/Pak, itu poin penting. Kami belum meneliti bagian itu, namun berdasarkan literatur A dan B, arah temuannya cenderung….”
Sopan, jelas, dan menunjukkan kamu berpikir.
Dosen senang dengan mahasiswa yang mau berdialog, bukan mahasiswa yang ingin tampak sempurna.
4. Khusus untuk yang Pemalu & Introvert: Kamu Bisa Bersinar dengan Caramu Sendiri
Tidak semua orang lahir dengan kemampuan berbicara lantang. Tidak semua mahasiswa nyaman menjadi pusat perhatian.
Tapi introvert biasanya:
-
berpikir lebih dalam,
-
lebih terstruktur,
-
lebih hati-hati dalam menjawab.
Dan itu justru nilai plus.
Kamu tidak perlu bicara cepat.
Kamu tidak perlu terlalu ekspresif.
Cukup bicara pelan, tenang, dan jelas.
Dosen akan merasakan keseriusanmu.
5. Setelah Sidang: Menunggu Nilai Itu Lebih Menegangkan dari Sidang Itu Sendiri
Beberapa mahasiswa keluar ruangan sidang dengan perasaan:
-
lega,
-
atau kacau,
-
atau yakin gagal,
-
atau justru merasa biasa saja.
Tapi semua akan merasakan satu hal yang sama: deg-degan menunggu nilai.
Dan di sinilah kamu harus ingat:
-
Dosen tidak sedang mencari cara menjatuhkanmu.
-
Nilai sidang tidak seseram yang kamu pikirkan.
-
Kamu sudah sampai sejauh ini, dan itu bukti kamu mampu.
Setelah semua proses panjang itu, kamu layak memberi hadiah untuk dirimu sendiri—walau hanya tidur siang atau minum boba.
6. Pada Akhirnya, Sidang Skripsi Adalah Tentang Kamu Melihat Dirimu Sendiri
Bukan tentang dosen.
Bukan tentang nilai.
Bukan tentang penguji yang “killer”.
Tapi tentang bagaimana kamu tumbuh:
-
dari mahasiswa yang takut bertanya,
-
menjadi mahasiswa yang berani mempertahankan argumennya.
-
dari mahasiswa yang bingung dengan metode,
-
menjadi mahasiswa yang bisa menjelaskan logikanya.
Sidang skripsi bukan akhir.
Ia adalah cermin, yang menunjukkan betapa jauh kamu sudah melangkah.
Dan percayalah, kamu akan mengingat hari itu bukan sebagai hari yang menakutkan, tapi sebagai hari kamu menyadari:
“Aku ternyata bisa sejauh ini.”

0 komentar: