Catatan Perjalananku Mengisi SKP di Platform Kemenkes

 


Mengisi SKP itu ibarat merapikan lembar-lembar perjalanan profesi kita. Setiap seminar, pelatihan, publikasi, bahkan kegiatan pengabdian yang pernah diikuti, semuanya seperti puzzle yang jika dirangkai akan menunjukkan jejak langkah kita sebagai tenaga medis.

Beberapa hari lalu, aku membuka skp.kemkes.go.id. Sejujurnya, awalnya agak malas—terbayang harus mencari sertifikat lama, membuka folder demi folder, bahkan mungkin mengorek arsip email. Tapi ternyata, begitu duduk tenang dan membuka halaman Formulir Pengisian, ada rasa semangat yang muncul.

Di layar, muncul tiga ranah besar: Pembelajaran, Profesionalisme, dan Pengabdian Masyarakat. Rasanya seperti membuka album foto, tapi isinya adalah momen-momen profesional. Ada sertifikat seminar yang dulu aku ikuti sambil lembur mengoreksi ujian mahasiswa. Ada laporan penelitian yang penuh perjuangan revisi. Ada publikasi yang rasanya seperti “anak” sendiri karena prosesnya panjang.

Mengisi SKP bukan sekadar formalitas. Setiap kali mengunggah sertifikat atau laporan, aku seperti sedang berkata pada diriku sendiri, “Lihat, kamu sudah melangkah sejauh ini.”

Hari itu, setelah semua bukti terunggah, aku menutup laptop dengan perasaan lega. Seperti selesai membereskan kamar yang berantakan, hati jadi lapang. SKP memang kewajiban, tapi bagi aku, ini juga jadi cara untuk mensyukuri setiap langkah kecil yang sudah diambil di jalan panjang profesi ini.

Dan aku jadi sadar, bahwa mengelola SKP itu bukan hanya soal mengumpulkan poin untuk perpanjangan STR atau memenuhi kewajiban administratif. Lebih dari itu, ini adalah rekam jejak dedikasi. Setiap file yang kuunggah adalah saksi bahwa aku pernah hadir, pernah belajar, pernah berkontribusi.

Supaya proses ini tidak membuat kita kewalahan, aku mulai menerapkan beberapa kebiasaan kecil:

  1. Buat folder khusus SKP di laptop dan cloud (Google Drive atau Dropbox) dengan sub-folder per tahun.

  2. Langsung simpan sertifikat atau bukti kegiatan setelah acara selesai, jangan menunggu.

  3. Beri nama file yang jelas, misalnya “Seminar_Gizi_20Feb2024_SKP.pdf” agar mudah dicari.

  4. Set reminder di Google Calendar setiap akhir bulan untuk mengecek kegiatan apa saja yang perlu diinput.

Akhirnya, mengisi SKP tidak lagi jadi pekerjaan musiman yang bikin stres menjelang tenggat waktu, tapi berubah menjadi rutinitas kecil yang menjaga kita tetap tertib dan menghargai proses.

Karena pada akhirnya, setiap sertifikat, publikasi, atau laporan yang kita kumpulkan bukan sekadar angka SKP—ia adalah potret dedikasi, bukti bahwa kita terus bergerak, belajar, dan memberi manfaat

0 komentar: