Aku bertanya-tanya dalam hati. Apa yang sebenarnya membuatku ragu untuk menghubungi calon promotor ku kembali? Apakah karena aku merasa belum sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan beliau? Atau karena aku takut melihat cerminan dari ketidaksiapanku sendiri?
Berkali-kali aku berkata dalam hati, “Nanti saja… tunggu sampai benar-benar siap.” Tapi siap itu kapan? Apakah akan datang seperti lampu hijau yang tiba-tiba menyala, ataukah siap itu sebenarnya diciptakan dengan keberanian memulai?
Mungkin selama ini aku menunggu rasa percaya diri itu muncul dengan sendirinya. Padahal, rasa percaya diri sering lahir setelah kita mengambil langkah pertama, bukan sebelum itu. Mungkin juga aku terlalu takut pada skenario terburuk, padahal belum tentu itu akan terjadi.
Lalu aku mulai berpikir, bagaimana jika aku membalik cara pandangnya? Bagaimana kalau aku menganggap ini bukan sekadar ujian akademik, tetapi latihan untuk memupuk keberanian membuat keputusan — dengan segala risikonya. Karena bukankah hidup selalu penuh risiko? Bedanya hanya pada seberapa besar kita percaya pada pertolongan Allah.
Aku tahu, langkah ini tidak harus besar sekaligus. Aku bisa mulai dengan hal-hal sederhana:
-
Menulis ulang tujuanku dengan jelas, supaya aku ingat untuk apa aku melangkah.
-
Mereview kemampuan dan pencapaianku sejauh ini, untuk mengingatkan diri bahwa aku punya modal yang cukup.
-
Menyusun pertanyaan atau draft singkat sebelum menghubungi beliau, supaya percakapan nanti lebih terarah.
-
Berdoa sebelum mengirim pesan atau email, meyakini bahwa Allah akan menuntun setiap kata yang keluar.
-
Menetapkan tenggat waktu untuk memulai, agar aku tidak terus menunda dengan alasan belum siap.
Aku ingin percaya bahwa setiap langkah kecilku tetap dalam genggaman-Nya. Allah tidak hanya membantuku ketika semuanya lancar, tapi juga ketika aku goyah, ragu, atau takut. Dia yang akan membukakan jalan, bahkan dari arah yang tidak kuduga.
Mungkin memang saat ini aku belum punya semua jawabannya. Tapi aku bisa punya keyakinan satu hal: selama aku terus bergerak, Allah akan menuntunku. Dan untuk itu, aku harus memulai — bukan nanti, tapi sekarang.
0 komentar: