Refleksi dari Film Panggil Aku Ayah






Menonton film Panggil Aku Ayah hari ini seperti membuka pintu yang selama ini coba kututup rapat. Adegan demi adegan bukan hanya bercerita tentang hubungan seorang ayah dengan anaknya, tapi juga tentang rasa sayang yang sering kali lebih banyak diwujudkan dalam tindakan daripada kata-kata.

Aku teringat pada Papa.
Papa yang berpulang pada 27 Januari 2023. Hari itu menjadi salah satu hari paling menyedihkan dalam hidupku. Rasanya seperti satu bagian dari diriku ikut hilang. Sejak itu, rindu selalu datang tanpa permisi—di sela kesibukan, saat melihat foto lama, atau ketika mencium aroma yang mengingatkanku padanya.

Film ini membuatku sadar, rindu pada orang yang sudah tiada bukanlah rasa yang harus diusir. Rindu adalah tanda bahwa cinta itu pernah ada, pernah tumbuh, dan tidak akan pernah benar-benar hilang. Aku bersyukur pernah punya sosok ayah yang mencintaiku dengan caranya sendiri, yang mengajarkanku banyak hal tanpa harus banyak berkata-kata.

Dan meski kini Papa sudah tenang di sisi-Nya, aku percaya setiap doa dan amal baik yang kulakukan adalah bentuk lain dari memanggilnya—bukan dengan suara, tapi dengan hati.

Menonton film Panggil Aku Ayah hari ini membuatku tercekat. Ceritanya bukan tentang kehilangan ayah kandung, tapi tentang ketulusan seorang laki-laki yang sebenarnya bukan ayah si anak—namun mau berkorban, bertanggung jawab, dan hadir sepenuh hati layaknya seorang ayah.

Dari setiap adegan, aku menangkap pesan bahwa menjadi “ayah” bukan semata soal darah yang mengalir sama, tetapi tentang hati yang memilih untuk mencinta dan melindungi. Peran itu tidak mudah—penuh pengorbanan, tanggung jawab, dan cinta yang kadang tidak diungkapkan dengan kata-kata.

Entah mengapa, film ini membuat rindu pada Papa menyeruak lagi. Papa berpulang pada 27 Januari 2023, dan sejak itu rindu menjadi teman yang setia datang, kadang tiba-tiba, kadang perlahan. Memori dibonceng Papa, aroma jaket kulitnya, semua seakan hidup kembali.

Pesanku untuk siapapun yang masih punya ayah:
Sampaikanlah terima kasih atas perjuangannya.
Jangan malu untuk bilang sayang.
Jangan ragu untuk memeluk.

Karena saat mereka sudah tiada, kita hanya bisa menyampaikan rindu lewat doa. Dan rindu itu akan terasa menggantung—tak bisa lagi kita titipkan langsung pada sosok yang dulu selalu ada.

0 komentar: