Perjalanan Literasi Keuangan: Dari Celengan hingga Saham Syariah

 


Kalau dipikir-pikir, aku belajar tentang uang bukan dari seminar finansial atau buku perencanaan keuangan, tapi dari hal-hal kecil yang menempel di ingatan sejak aku kecil.

Aku ingat waktu masih SD, aku punya celengan kecil. Setiap kali ada uang saku lebih, atau ada sisa dari jajan, aku masukkan ke situ. Bunyinya kalau diguncang menyenangkan—seperti musik kecil yang mengajarkan sabar. Rasanya bangga sekali saat celengan itu penuh, meski isinya recehan. Waktu itu aku belum paham istilah cash flow atau financial goal, tapi aku paham satu hal: menabung itu membuat hati tenang.

Di sekolah, aku sempat jadi bendahara kelas. Tugasnya sederhana: mengumpulkan uang kas dari teman-teman, lalu menyetorkannya ke bank. Guru menyuruhku pergi ke BRI untuk setor. Waktu itu, berdiri di depan teller rasanya seperti masuk dunia orang dewasa. Aku belajar bahwa uang punya jalannya sendiri, dan ada sistem yang menjaganya.

Tanteku juga mengajarkanku menabung di kantor pos, di tabungan Batara. Bukan jumlahnya yang besar, tapi rasa disiplin itu yang tertanam. Setiap bulan, aku menunggu giliran untuk pergi bersama beliau, membawa buku tabungan yang cover-nya mulai kusam karena sering dibuka.

Mama mengajarkan hal yang sederhana tapi penting: gunakan uang untuk hal yang memang penting. Sedangkan Papa mengajarkanku hidup sesuai kemampuan. Beliau tidak pernah memaksakan gaya hidup untuk terlihat berlebihan di mata orang lain. Dari beliau aku belajar, kenyamanan hidup datang dari kemampuan mengatur, bukan dari seberapa banyak yang kita pamerkan.

Memasuki Dunia Investasi

Tahun 2016, aku mulai berkenalan dengan reksadana. Modalnya kecil, aku menabung sedikit demi sedikit lewat IPOT. Rasanya seperti langkah pertama yang lebih serius dalam mengelola keuangan. Sekarang aku lebih nyaman menggunakan BIBIT karena tampilannya sederhana dan memudahkan untuk rutin berinvestasi.

Tapi perjalanan ini tidak selalu mulus. Aku sempat ikut investasi di sebuah koperasi, didorong semangat gerakan 212 dan diajak oleh orang yang aku percaya. Waktu itu aku pikir kepercayaan saja cukup. Nyatanya, tidak. Pengelola harus cakap dan paham betul cara mengelola koperasi. Karena tidak, uang yang kutanam di sana hilang begitu saja. Nilainya memang tidak besar, tapi cukup untuk membuatku sedih dan kecewa. Dari situ aku belajar, dalam dunia keuangan, niat baik saja tidak cukup—pengelolaan yang profesional adalah kunci.

Belajar Saham Syariah

Memasuki 2025, karena sering mendengarkan podcast tentang literasi keuangan, menabung, reksadana, dan saham, aku mulai belajar lebih serius tentang saham. Aku memilih fokus ke saham syariah dan yang membagikan dividen. Salah satu sumber inspirasiku adalah YouTube-nya Doddy Bicara Investasi. Latar belakangnya sama-sama dosen, membuatnya terasa dekat. Tapi saat melihat portofolionya, aku lumayan terkejut—ngeri juga, besar sekali nilainya. Aku jadi sadar, aku masih di tahap awal dan belum paham betul tentang kurs atau menganalisis saham yang berpotensi.

Sekarang aku belajar pelan-pelan, tidak terburu-buru, sambil terus mengingat pelajaran dari masa lalu: jangan menaruh semua telur di satu keranjang, jangan ikut-ikutan tanpa mengerti, dan selalu pastikan risiko yang diambil masih dalam batas kemampuan.

Tips Praktis Literasi Keuangan

Dari perjalanan ini, ada beberapa hal yang bisa kupetik dan mungkin berguna untuk siapa saja yang sedang belajar mengelola uang:

  1. Mulai dari yang kecil – Tidak perlu menunggu punya uang banyak untuk mulai menabung atau berinvestasi. Konsistensi lebih penting dari nominal.

  2. Pisahkan uang kebutuhan dan uang investasi – Jangan gunakan uang investasi untuk kebutuhan mendadak, dan sebaliknya.

  3. Pahami sebelum menaruh uang – Percaya saja pada orang atau lembaga tidak cukup. Pastikan kamu paham risiko, aturan, dan cara kerjanya.

  4. Diversifikasi – Jangan letakkan semua dana di satu tempat. Sebar di beberapa instrumen seperti tabungan, reksadana, dan saham.

  5. Evaluasi rutin – Cek portofolio atau tabungan secara berkala. Jangan hanya di awal, tapi pantau terus pergerakannya.

  6. Hidup sesuai kemampuan – Jangan tergoda gaya hidup yang membuatmu harus berutang atau mengorbankan tabungan.

  7. Belajar terus – Dunia keuangan selalu berubah. Dengarkan podcast, baca buku, atau tonton video edukasi untuk terus menambah wawasan.

Perjalanan ini membuatku paham, literasi keuangan itu bukan sekadar angka atau strategi. Ia adalah kombinasi antara disiplin, pengalaman, keberanian mencoba, dan kerendahan hati untuk mengakui bahwa kita masih belajar. Dari celengan kecil di kamar sampai portofolio saham di layar ponsel, satu hal yang tidak pernah berubah: aku ingin mengelola uang bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan yang lebih tenang

0 komentar: