Meluangkan Waktu Membentuk Habit

 Pagi hari selalu menjadi waktu yang paling aku tunggu. Bukan karena pagiku benar-benar luang, tapi karena aku sengaja meluangkan waktu untuknya. Bangun jam 4.30, lalu sholat malam dan Subuh, kemudian jalan pagi sekitar 15–30 menit. Itu bukan waktu yang datang dengan sendirinya, melainkan waktu yang aku ambil dari kemungkinan tidur lebih lama. Tapi dari sana aku menemukan ketenangan. Menatap langit pagi yang warnanya selalu berbeda, dan mensyukuri bahwa aku masih diberi kesempatan untuk melihatnya.

Hal yang sama terjadi dengan menulis blog ini. Kalau menunggu waktu luang, mungkin tulisan-tulisan ini tidak akan pernah terwujud. Selalu ada alasan: tugas kampus, rapat, penelitian, praktik di klinik. Tapi aku memilih meluangkan waktu meski hanya satu jam di malam hari untuk menulis. Rasanya lega, karena menulis bukan sekadar aktivitas, tapi cara merawat diri dan menyimpan jejak perjalanan hidupku.

Begitu juga dengan persiapan S3. Targetku adalah latihan TOEFL dan SIMAK UI. Aku tahu waktuku sempit, tapi aku bisa menyelipkan 20–30 menit setiap hari untuk latihan. Tidak menunggu libur panjang, tidak menunggu semua pekerjaan selesai, tapi mengambil waktu kecil-kecil yang jika dikumpulkan akan menjadi bekal besar.

Melihat kembali, aku menyadari bahwa esensi “meluangkan waktu” memang sederhana: meletakkan sesuatu sebagai prioritas, meski kecil, meski sebentar, tapi konsisten. Itulah yang membuat hidup tetap seimbang di tengah kesibukan.

Dan mungkin, inilah yang membedakan antara orang yang sekadar sibuk dengan orang yang terus bertumbuh: keberanian untuk meluangkan waktu bagi hal-hal yang benar-benar penting bagi dirinya.

0 komentar: