Mematikan Notifikasi, Menyalakan Ketenangan

 
Beberapa hari terakhir aku merasa ada yang berbeda dengan pikiranku. Bukan karena ada masalah besar, tapi karena ada gangguan kecil yang datang berulang-ulang. Gangguan itu bernama… notifikasi Instagram.
Setiap kali ponsel berbunyi, ada rasa penasaran yang menguasai. Siapa yang mengunggah cerita baru? Siapa yang membagikan foto liburannya? Siapa yang memamerkan pencapaiannya? Awalnya hanya ingin melihat sebentar. Tapi tanpa sadar, lima menit berubah jadi setengah jam, dan kepala mulai penuh dengan perbandingan yang tak ada habisnya.
Di situ aku sadar, bukan Instagram yang salah sepenuhnya—tapi bagaimana aku membiarkannya menguasai ruang pikirku. Notifikasi yang tadinya hanya tanda pesan masuk, berubah jadi pemicu overthinking: membandingkan hidupku dengan hidup orang lain, membandingkan prosesku dengan hasil akhir mereka.
Akhirnya aku memutuskan sesuatu yang sederhana tapi penting: mematikan notifikasi Instagram.
Tidak ada lagi ponsel yang bergetar setiap kali seseorang mengunggah sesuatu. Tidak ada lagi suara “pling” yang membuat mataku langsung mencari layar. Kalau aku ingin membuka Instagram, itu murni pilihanku, bukan karena aku “dipanggil” oleh aplikasinya.
Aku juga mulai menata isi berandaku. Beberapa akun yang postingannya membuatku merasa tertekan aku mute. Bukan karena benci, tapi karena aku ingin menjaga kewarasan. Aku sadar, aku berhak memilih asupan informasi yang masuk ke kepalaku, sama seperti aku memilih makanan yang masuk ke tubuhku.
Lucunya, setelah beberapa hari, aku merasa lebih ringan. Aku tidak lagi sibuk mengikuti kehidupan orang lain, dan punya lebih banyak waktu untuk fokus ke diriku sendiri. Aku bisa menulis, membaca, atau sekadar duduk diam tanpa merasa ada yang “tertinggal” di dunia maya.
Kadang, yang kita butuhkan bukanlah membandingkan hidup kita dengan orang lain, tapi membiarkan hidup kita berjalan di ritmenya sendiri. Dan untuk itu, kadang langkah pertama yang paling sederhana adalah… mematikan notifikasi.

0 komentar: