Pagi selalu punya cara untuk memelukku dengan lembut. Saat banyak orang masih bergulat dengan kantuk, aku memilih bangun lebih awal, menyiapkan hati untuk menyambut hari. Setelah sholat Subuh, ada jeda waktu yang tenang, seakan dunia belum sepenuhnya terjaga. Di situlah aku mulai menyukuri pagi—menarik napas dalam-dalam, merasakan udara yang masih segar, lalu menatap langit.
Langit pagi itu unik. Warnanya tidak pernah sama. Kadang biru pucat dengan sapuan oranye tipis di ufuk timur. Kadang abu-abu misterius, seolah menyimpan rahasia hujan. Dan kadang, ia memamerkan gradasi luar biasa: kuning keemasan di bawah, biru muda di tengah, dan sedikit semburat merah muda di atas. MasyaAllah… rasanya setiap pagi adalah lukisan baru dari Allah, yang hanya bertahan sebentar sebelum berganti menjadi cahaya siang.
Aku sering berdiri lama hanya untuk memandangi langit itu. Mungkin orang akan bertanya, “Kenapa kamu suka sekali menatap langit?” Jawabannya sederhana: karena langit mengingatkanku bahwa setiap hari punya awal yang baru. Apa pun yang terjadi kemarin, pagi ini aku diberi kesempatan untuk memulai lagi.
Langit pagi juga mengajarkanku kesabaran. Warnanya berubah perlahan, tidak tergesa-gesa. Sama seperti proses hidup—ada waktunya redup, ada waktunya bersinar terang. Dan setiap warna punya keindahan sendiri.
Aku bersyukur menjadi seseorang yang bisa menikmati momen ini. Di tengah rutinitas yang sering membuat kita terburu-buru, pagi memintaku untuk melambat. Untuk sekadar melihat ke atas, tersenyum, dan berkata dalam hati: Alhamdulillah, aku masih di sini. Masih diberi kesempatan untuk hidup, berbuat baik, dan bermimpi.
0 komentar: