Ada satu fase dalam perjalanan skripsi yang bikin banyak mahasiswa stuck lama banget. Fase itu bukan waktu nulis, bukan juga waktu revisi. Tapi… waktu ditanya dosen,
“Topik penelitianmu apa?”
Deg. Pertanyaan sederhana, tapi rasanya seperti dilempar ke tengah jalan raya tanpa peta.
Aku masih ingat cerita teman yang sampai berbulan-bulan cuma mondar-mandir ke perpustakaan, buka Google Scholar tiap malam, tapi tetap bingung. Daftar topik sudah panjang kayak daftar belanjaan, tapi tak satu pun yang dipilih. Ada juga yang lebih “nekat”—asal comot topik karena katanya gampang. Hasilnya? Baru masuk bab tiga sudah pusing tujuh keliling dan ingin menyerah.
Kenapa bisa begitu? Karena topik itu ibarat pasangan perjalanan. Kalau kamu salah pilih, perjalanan panjangmu bakal penuh keluhan. Tapi kalau cocok, meskipun jalannya terjal, kamu masih bisa menikmati langkah demi langkahnya.
Lalu, bagaimana caranya menemukan topik yang benar-benar pas?
Mulailah dengan menengok ke dalam diri. Coba ingat mata kuliah apa yang dulu bikin kamu semangat. Atau isu apa di bidangmu yang bikin kamu penasaran sampai rela googling tengah malam. Kadang topik itu muncul dari hal sederhana—obrolan sama teman, berita yang lewat di timeline, atau masalah sehari-hari yang kamu alami sendiri.
Setelah itu, realistislah. Jangan jatuh cinta pada topik yang terdengar keren tapi mustahil kamu kerjakan. Misalnya, pengin meneliti 1000 responden padahal modal survei saja terbatas. Atau pengin penelitian laboratorium canggih padahal akses alatnya nggak ada. Ingat, skripsi bukan soal siapa paling rumit, tapi siapa paling bisa menuntaskannya.
Dan jangan jalan sendiri. Diskusikan idemu dengan dosen. Kadang kita merasa topik kita sudah oke banget, tapi dosen bisa melihat bagian yang masih terlalu luas atau justru kurang fokus. Percakapan singkat dengan dosen seringkali bisa menyelamatkanmu dari kebuntuan berbulan-bulan.
Satu hal lagi yang sering bikin mahasiswa salah langkah adalah keinginan untuk bikin skripsi yang wah. Seolah-olah skripsi harus jadi penelitian yang menyelamatkan dunia. Padahal kenyataannya, skripsi itu bukan ujung dari segalanya, melainkan pintu masuk. Ia hanya bukti bahwa kamu bisa melakukan penelitian secara benar. Kalau nanti kamu ingin lebih mendalam, ada kesempatan di S2, S3, atau riset berikutnya.
Jadi, jangan terlalu keras pada diri sendiri. Menentukan topik itu memang butuh waktu, butuh trial and error, tapi bukan berarti mustahil. Anggap saja proses ini seperti mencari teman perjalanan: kenali dirimu, tahu batas kemampuanmu, lalu pilih topik yang membuatmu bisa berkata dalam hati:
“Aku siap, ayo kita jalan bareng sampai akhir.”
0 komentar: